My Translate

Sabtu, 07 Juli 2012

Final Destination(the secret of photo)*part 11* (*ad(1-9)min*)#1

Wahaha…datang lagi nihh…disini banyak adegan romantis yang ehmm…bisa d bilang FRONTAL. Buat yang masih kecil jangan baca. Wahahaha….
.
udah ah langsung aja...
.
CEKIDOT>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Final Destination
(the secret of photo)
*part 11*

Mereka semua berkumpul di ruang tengah. Agni dan Sivia berencana akan mengakali pembunuhan beruntun itu. Menurut Agni, hal itu yang paling masuk akal. Selama ini mereka selalu gagal menyelamatkan teman-teman mereka dari maut, tapi menurut Agni, seandainya mereka berhasil menyelamatkan Debo, maka rantai maut juga akan putus, dan tidak akan ada korban selanjutnya.
“Ze, mata loe sembab kenapa ?” tanya Sivia, yang melihat Zevana baru tiba di ruang tengah.
“Iya Ze, loe habis nangis ya ?” tanya Agni.
Iel melihat kearah Zeva, Zevana sedikit menunduk. Tapi, tiga tahun hubungannya dengan Zevana membuat Gabriel tau betul tanda-tanda Zevana habis menangis.
“hah? nggak kok, tadi gue kelilipan” jawab Zeva berbohong.
“ohh….” Jawab Agni, masih ragu.
“ya udah sekarang kita kembali ke tujuan kita yang pertama, alasan untuk kumpul disini” kata Cakka. Cakka, Rio, Sivia dan Agni saling pandang. Lalu dengan yakin, Agni melanjutkan.
“jadi kita disini berunding buat ngakalin itu setan sialan gimana caranya nggak ada korban lagi.” kata Agni.
“Maksud loe?” tanya Gabriel.
“Jadi gini…” kali ini giliran Rio, “selama ini kan yang ngurangin jumlah kita satu persatu adalah rantai maut dan…”
“Perempuan tua itu.” tambah Sivia, “gue dan Agni berpikiran, kalo rantai ini bisa kita putus. Maka, nggak akan ada lagi korban selanjutnya.”
“Gimana caranya mutus rantai itu, Vi?” tanya Ify.
Sivia melirik ke arah Agni, dan Agni pun melanjutkan, “kita harus berhasil cegah kematian Debo!”
Debo tersentak, tapi sedikit demi sedikit ada harapan dalam hatinya untuk tetap hidup. Tiba-tiba Ify menggenggam tangan Debo. Lalu keduanya saling pandang.
“Berarti, kita musti jagain Debo.” Gabriel menyimpulkan.
“Yup. Terutama kalian harus pantau Debo terus, dengan cara itu Debo nggak akan jadi korban” lanjut Cakka.
“ok….” Jawab semuanya menyetujui saran Cakka.
“Kalian juga harus jaga diri.” Kata Debo dengan senyumannya yang khas. Yang lain saling mengangguk.
“ya udah, tidur yuk dah malem” kata Rio mengakhiri perundingan malam itu. tak terkecuali Zevana yang sedari tadi tidak bergeming.
“Temen-temen!” panggil Debo saat yang lain hendak beranjak, lalu mereka semua menoleh, “thanks banget kalian udah lakuin ini.”
“Sama-sama Deb…” jawab Cakka merangkul Debo, “kita kan friend!!!”
Rio, Sivia dan Agni tertawa lepas, tapi tidak dengan Gabriel dan Zevana tentunya… lalu menuju kamar masing-masing
***
@Keesokan harinya
“pagi semua….” Sapa Debo yang baru bangun
“pagi Deb…” jawab semuanya di meja makan. Hari ini Sivia, Agni dan Ify menyiapkan sarapan. Entah mengapa mereka semua merasa ada harapan. Dan itu akan berhasil. Nggak akan ada lagi korban perempuan tua itu. nggak akan ada lagi yang menyusul Ozy dan yang lainnya.
“Mintaa….” Rengek Cakka yang menunjuk nasi goreng milik Agni.
“Kamu kan udah punya…” tolak Agni. “makan punya kamu sendiri dong…”
“Cakka bukan mau nasi gorengnya kok…” jawab Cakka yang bikin Agni mengernyitkan kening bingung.
“Terus?”
“Cakka mau Agni suapin Cakka…” Agni menoyor hidung Cakka, “nggak tau kenapa dari tadi Cakka nggak ngerasain enaknya nasi goreng ini, kali aja kalo yang nyuapin Agni jadi enak gitu… hehe…”
“Gombal kamu!” Agni memencet hidung Cakka, tapi kemudian tetap saja dia menyuapi Cakka.
“Makasih bebi… boleh minta lagi nggak?” Agni baru aja mau nyuapin lagi, tapi ditolak Cakka, “siapa bilang aku mau nasi goreng?”
“Terus apa lagi? kok kamu jadi manja sih?”
“Katanya kamu kangen aku yang begini???” Cakka menaik-naikkan alisnya gajelas.
“Terus apa, Cakkaku..?” Agni nggak kuasa liat muka imut Cakka.
Tiba-tiba Cakka monyongin bibirnya, “minta ciuuuumm……”
‘Plok’ toyoran Agni mendarat lagi di muka Cakka.
“Ebuseet kejem amat pacar gue!!” Cakka ngedumel, lalu terpaksa melanjutkan makannya sambil manyun. Lalu Agni berbisik.
“Jangan di sini, banyak orang, maluu…” bisiknya.
“Jadi Agni mau?!!” teriak Cakka kegirangan, dan langsung dibungkem Agni.
“Mau apa hayoo??” tanya Rio, yang di hadapan Cakka.
“Bu, bukan apa-apa…” Agni  yang panik masih menutup mulut Cakka, Cakka hampir nggak bisa napas.
“Hihihi…” Sivia di samping Rio ngikik.
“ampun deh… gue hampir nyahok, euy…” kata Cakka setelah Agni melepas bungkemannya.
“Menu kedua dataang!!!” Ify datang membawa opor ayam yang masih panas.
“Asik asik!!” Debo merangkul Ify dari belakang.
“De… apaan sih?? Aku bawa panas loh…” Ify mencoba mengelak, tapi malah pelukan Debo makin erat. Akhirnya Zevana mengambil alih panci opor Ify. Ify dan Debo pun lanjut, malah mereka menuju dapur berdua. Aduuh ngapain coba??
“Mereka itu… ckckck…” Rio ngedumel.
“Halah, nggak usah muna, Yo! Loe juga pengen kan??” Cakka menaik-naikkan alisnya lagi. itu alis demen amat naik-naik yak??
“Eh?” Rio kicep, lalu tanpa sadar melirik Sivia di sebelahnya, Sivia ternyata malu-malu meong.
“Aduh… Sivia meraah…” Agni ngebantu Cakka godain siviyo.
“Apaan sih kalian??” Rio panik dikeroyok.
“Halaaah…” Cakka malah semakin jadi. Sekarang ini, Agni dan Cakka malah sama-sama naikkin alis gitu. dasar tuh pasangan emang kompak abees…
“Emang kenapa sih!! Suka suka gue napa?” Rio membela diri.
“Ngaku loe! Kemaren loe liat Debo-Ify di kolam renang, kan?” tanya Cakka menghunus dada Rio begitu dalam dan terjal. (?)
“Liat apaan?” Rio panik, jangan-jangan itu…
“Vi, Rio minta tuh!” kata Cakka pada Sivia.
“Apaan?” Sivia jadi bingung.
“Apaan ya, Yooo???” Cakka ngeliatin Rio penuh arti plus alis dan tatapannya yang masih menggoda. Sivia dan Rio saling pandang. Lalu…
‘Cup’
Rio mencium pipi Sivia tiba-tiba. Sivia kaget setengah mampus. Tiba-tiba Cakka teriak…
“Aku juga mau, Agniii!!!!!”
***

“Ngapain kamu bawa aku ke sini?” tanya Ify setelah mereka tiba di dapur.
“Emangnya nggak boleh?” Debo kaya bukan Debo. Sekarang ini, Debo memandang Ify penuh arti. Aduuh… Ify jadi salting. Ditambah jarak mereka yang kian dekat.
“Apaan sih, De?” Ify nggak kerasa kalo pipinya sekarang memerah.
“Maunya apa??” Debo malah semakin menggoda. Ini bocah kenapa sih??
“De…”
Debo mendekatkan wajahnya lagi. kira-kira lima senti jarak wajah mereka sekarang. Tangan Debo memeluk Ify. Dan Ify memejamkan mata… tapi tiba-tiba…
“Aku juga mau, Agniii!!!!!” teriakan Cakka dari ruang makan mengagetkan mereka, dan akhirnya kejadian yang ‘diharapkan’ nggak terwujud deh. Kecewaa…
Debo dan Ify malah cekikikan.
“Ada apa sih? Ganggu orang aja!” tanya Debo yang sekarang ada di ruang makan. Ify masih merah mukanya, rada syok gara-gara perlakuan Debo yang kaya tadi… ahahaiy
“Ganggu ya, De… sori deh. Lanjutin sana!” kata Cakka.
“Udah terlanjur. Padahal…” Debo melirik Ify. “Dikit lagi…”
“Apanya?” tanya Cakka ngegoda ‘lagi’.
“Eh, betewe, kok Zevana ma Iel diem aja sih?” tanya Rio.
Zeze dan Iel saling pandang.
“Nggak ada apa-apa sih sebenernya…” jawab Gabriel.
“Kita semua tau, hubungan kalian emang lagi nggak bagus. Tapi nggak harus bikin kalian juga diem-dieman kaya gini juga kali!” lanjut Cakka, “Kalo kalian nggak bisa jadi pacar, sahabat oke juga kan?”
Agni memandangi pacarnya, cowoknya itu emang aneh banget, barusan dia kaya anak kecil godain orang, eh sekarang bisa serius gitu omongannya. Yang mana sih sosok Cakka yang sebenernya?
“Ayolah, Ze…” Agni membujuk Zevana.
“Kita jadi sepi kalo kalian kaya begini…” kali ini Sivia yang mengatakan.
“Gue sama Zeze nggak ada masalah. Yakin deh! Semuanya bakal balik lagi. secepatnya. Yakin! Percaya sama gue!” kata Gabriel yakin. Zevana menoleh ke pacarnya. Eh, ke pacarnya… mantan ding.
“Iyadeh. Gue tunggu loh. Zeviel…” kata Rio.
“Eh, eh…” sela Debo. “sebenernya tujuan kita ke sini buat apa sih?”
Cakka rada kaget dengan ucapan Debo, apa Debo mau kabur lagi? ah, ngerusak suasana. Batin Cakka.
“Maksud loe?” tanya Rio dan Cakka barengan.
“Plis deh. Muka kalian nggak usah kaya gitu juga kali. Maksud gue… tujuan utama kita ke sini kan buat…” Debo memotong ucapannya, “LIBURAN!!!”
Akhirnya setelah berunding, kedelapan orang itu memutuskan untuk refreshing sementara. Melupakan dulu masalah yang selama ini bikin liburan yang seharusnya menyenangkan ini jadi kacau balau. Pantai adalah tujuan mereka sekarang ini. mobil mendiang Obiet jadi transportasi mereka. Lumayan desel-deselan juga. Karena mobil Obiet cuma sedan. Karena mobil yang satu lagi udah dibalikin ke persewaan.
***
Sesampainya di pantai.
“wuhuuuuuu…….” Teriak Debo yang langsung turun dari mobil dan bermain di pasir pantai.
“Gue merindukan saat-saat menyenangkan seperti ini” kata Cakka.
@SiviYo
“Vi….” Panggil Rio
“Iya Yo ?” Sivia sedikit mendongak karena Rio yang lebih tinggi dari dirinya.
“Duduk disana yukss….” Ajak Rio sambil menunjuk tempat yang dimaksud Rio
“yukss…” jawab Sivia
Mereka berdua berlari menuju lebih dekat dengan air laut yang lumayan tenang.
“Sivia….” Rio menatap Sivia
“Iya ?” tanya Sivia
“Rio sayang Sivia” kata Rio sambil menuliskan nama Rio love Sivia dipasir
“Sivia juga sayang Rio selamanya….” Sivia memeluk Rio, Rio mengelus rambut Sivia. Sivia melepaskan pelukannya
“Vi, tiduran yuks” kata Rio sambil menggenggam tangan Sivia.
Mereka berdua tiduran di pasir. Rio menatap Sivia dalam, jarak wajah mereka dekat sekali. Sivia memejamkan matanya lalu…
‘cupp’ bibir Rio menempel di bibir Sivia. Sivia merasakan sentuhan bibir Rio. Berapa detik kemudian Rio melepaskan bibirnya, lalu tersenyum ke Sivia. Sivia tertunduk malu
“sory ya” kata Rio
“iya” jawab Sivia singkat
@CaGni
“Agni….” sapa Cakka yang melihat Agni sedang duduk di pinggir pantai
“Iya….”jawab Agni cuek.
“Cuek banget sih ?” tanya Cakka sambil mencolek dagu Agni.
“Ih….apaan sih Cakka” kata Agni.
“Ehhh…mana janji kamu ?” tanya Cakka.
“Janji apaan ?” tanya Agni  balik.
Cakka monyongin bibirnya “katanya ciummm ???” tanya Cakka masih dengan bibir manyunnya.
“ohhh…merem dong !!!” perintah Agni.
Cakka nurutin aja, dia merem. Saat Cakka merem Agni ninggalin Cakka. Cakka yang sadar ditinggal langsung membuka matanya.
“AGNIIII JAHATTTT……” Cakka teriak-teriak
“hahahhahahahahahaha……” Agni ngakak liat ekspresi Cakka.
Agni berlari, Cakka mengejar Agni. Alhasil mereka kejar-kejaran,  Agni tersandung kakinya sendiri, dia terjatuh tapi dia masih ngakak. Cakka juga terjatuh, Cakka hampir saja menibani Agni tapi untung saja Cakka menahan tubuhnya menggunakan tangannya (tau maksudnya kan ?). Agni berhenti ngakak karena Cakka sudah ada dihadapannya. Cakka menatap Agni dalam, hembusan nafas Cakka terasa. Keduanya diselimuti keheningan. Entah apa yang mereka lakukan berikutnya.
***

@Zeviel
Gabriel dan Zevana terdiam membisu, duduk berjauhan. Gabriel duduk di sebuah bale-bale yang terbuat dari bambu, menatap Zevana yang duduk jauh darinya. Zevana duduk sendiri di pasir sambil memeluk lipatan kakinya sendiri.
Ze, seandainya loe tau perasaan gue sekarang ini. gue ngerasain kekosongan, Ze. Gue kangen elo… plis Ze, gue pengin balik sama loe. Apa  aja bakal gue lakuin buat loe…
“Woy!” Rio datang menepuk pundak Gabriel.
***

@ID
“Aku bilang jangan!” teriak Ify kepada Debo yang memaksa minta naik banana boat.
“Emangnya kenapa sih Fy…??”
“Aku kan udah bilang, itu bahaya De. Aku takut terjadi apa-apa sama kamu…” Ify mulai menangis, Debo jadi nggak tega.
“Aku bakal baik-baik aja, Ify…” Debo memegang pundak Ify erat, tapi kemudian dilepas Ify.
“Pokoknya NGGAK!!” Ify berlari menjauhi Debo. Debo mengalah akhirnya.
“Okedeh, aku ngalah. Aku nggak akan naik banana boat. Gimana kalo kita naik glass bottom boat? Kan seru tuh romantis, nggak bahaya juga. Gimana? Apalagi hari udah hampir malem, pasti keren kalo kita bisa liat matahari terbenam di atas perahu… iya kan??”
Ify tertawa kecil, “oke, yang satu itu aku bolehin deh. Tapi sama aku ya…”
“Iyalah…”
Akhirnya Debo-Ify naik perahu itu.
Hari emang sebentar lagi petang, rasanya keren banget bisa lihat sunset di pantai indah kaya di Lombok begini… berasa kaya di Hawaii…
“Zeze…” sapa Sivia yang menghampiri Zevana.
“Eh, elo Vi… Rio mana?”
“Ehm, katanya sih mau beli es kelapa muda. Ehm, Iel mana?”
“Nggak usah ngomongin dia dulu deh…”
“Okedeh. Emang kenapa lagi sih, Ze?” Sivia yang sedari tadi berdiri, duduk di sebelah Zevana, “kalian kan cuma break. Sementara Ze… kenapa sikap kalian seakan-akan kalian putus selamanya gitu sih?”
“Bukan gitu, Vi… aku lagi bener-bener nggak pengen ngomongin dia. Nggak tau kenapa gue jadi kesel aja.”
“Ehm iya, iya…” Sivia berlagak ngerti sambil ngangguk-ngangguk, “Oiya, tadi Rio bilang ke gue, katanya dia mau ngajakin kita semua ngedate bareng. Tapi, loe gimana?”
“Gimana apanya? Yaudah kalian ngedate bareng aja. Tanpa gue…”
“Nggak bisa gitu dong, Ze. Emangnya masalah kalian nggak bisa diselesaiin secepatnya ya?”
Zevana menggeleng, “gue rasa nggak bisa secepat ini, Vi…”
“Oke gue tunggu sampe kalian baikan, dan kita ngedate bareng. Gimana?”
“Loe serius?”
Sivia cuma tersenyum, “gue tinggal ya. Rio nungguin gue tuh!”
***

“Sialan, loe nyindir gue!” bentak Gabriel pada Rio di sampingnya.
“Kenapa sih loe?”
“Terus apa maksud loe pake nyetel lagu itu?!”
“Lagu apa? emangnya kenapa sih? gue suka lagu ini…” Rio malah membesarkan volume ipodnya. Ipod yang memutar lagu Firasat dari Marcell. Haha, liriknya ngena banget bagi Gabriel.
“Cepat pulang, cepat kembali jangan pergi lagi…” Rio malah nyanyiin keras-keras. Gabriel tercenung. Mengingat Zevana. cewek yang duduk jauh di hadapannya itu. bener banget, cepat pulang Ze… jangan pergi dari hati gue. gue kangen loe.
“Rio!!” panggil Sivia dari jauh.
“Gue tinggal ya, Yel. Sivia manggil gue tuh. Katanya minta liat matahari terbenam. Loe sama Zeze sana!” Rio berlari ke arah Sivia. Ternyata semua udah sama pasangannya masing-masing buat lihat sunset. Kecuali Gabriel.
Gabriel berjalan terus menuju Zevana. entah mengapa ia ingin sekali menyaksikan matahari dengan Zevana.
“Elo?” Zevana kaget saat Gabriel tiba-tiba duduk di sampingnya.
“Aku mau lihat sunset. Kalo bisa sama kamu…” jawab Gabriel tanpa memandangi Zevana. Zevana justru melihat Gabriel lekat-lekat. Lalu beralih ke matahari yang perlahan menyembunyikan sosoknya di garis cakrawala.

BERSAMBUNG>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Gimana?? Part ini sengaja dibikin khusus untuk couple. Lumayan romantis kan?? Hehe… tunggu part selanjutnya ya. Karna bakal tegang lagi di part selanjutnya…
.
ditunggu comment n likenya, yang udah d tag harus comment, nggak comment maaf harus d hapus dari daftar tag n d ganti sama yang mau comment

Final Destination(the secret of photo)*part 10* (*ad(1-9)min*)#1

Haiiii….datang lagi niyyyy….hemm..udah pada penasaran? Yahhh…nggak yaaa???
Ah, bodo yang penting Fides datang lagiiii
.
Langsung aja yaaa…
CEKIDOT>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Final Destination
(the secret of photo)
*part 10*

Keadaan bukannya membaik sekarang ini. Dengan diketahuinya Debo sebagai korban selanjutnya, justru memperparah keadaan. Ify jadi sering mengurung diri di kamarnya, nggak mau makan seharian. Dan itu membuat Debo semakin bingung menghadapi pacarnya yang satu itu. tak beda dengan Zevana dan Iel, mereka juga masih aja saling diam. Rasanya, keadaan di villa semakin runyam saja. Saling sayang diantara mereka rasanya semakin renggang saja, hal itu semakin diperkuat dengan persahabatan antara Cakka dan Rio yang semakin kacau. Hampir setiap hari mereka adu mulut, dari masalah yang sebenarnya sepele. Bahkan pernah suatu hari Cakka kehilangan kendali dan hampir menonjok Rio dihadapan Agni dan Sivia.
“Gue nggak ngerti, kenapa Rio dan Cakka bisa jadi kaya begini…” kata Sivia yang duduk di tepi kolam renang bersama Agni.
“Apalagi gue, Vi. Cakka juga jadi temperament sama gue.” jawab Agni sedikit frustasi.
“Ini hampir nggak mungkin, Ag. Rio sama Cakka udah sahabatan dari SD, kan? Sebenernya apa sih masalah yang jadiin mereka sampe kaya gini…?”
Agni menatap Sivia, saudara sepupunya, “jadi… Rio belum nyeritain masalahnya sama Cakka ke elo?”
Sivia menggeleng, “belom. Dia cuma diem setiap gue tanya.”
Agni menunduk, “mereka itu sebenarnya…”
***

“Tapi loe harus makan!” teriak Zevana dari luar kamar Ify. Emosinya semakin sulit dikendalikan.
“Hiks… nggak Ze… gue nggak laper..” jawab Ify yang sedari kemarin masih meringkuk dibalik selimutnya tanpa makan sesuap pun.
“Emangnya elo udah makan apa?! dari kemarin pagi belom ada makanan sedikitpun yang loe makan!! Nggak laper darimana…?” Zevana terus-terusan ngebentak, “kalo loe kaya gini terus, loe semakin bikin gue khawatir. Bukan cuma gue, Debo dan yang lain juga, Fy…” kali ini suara Zevana melunak.
Belum ada jawaban dari dalam, Zevana juga belum bisa membuka pintu kamar itu karena dikunci dari dalam sejak kemarin, akibatnya ia harus tidur di kamar Agni dan Sivia semalam.
“Huh…” Zevana mendengus kesal. Mulai putus asa. Lalu Gabriel datang mendekati ‘mantan’ pacarnya itu.
“Kenapa?” tanya Gabriel pelan.
“Ify… masih nggak mau makan.” Jawab Zevana tanpa melihat lawan bicaranya. Gabriel ingat pesan Debo kemarin. Ia harus menjaga Ify, dan agaknya sekarang ia harus mulai melaksanakan mandat dari sahabatnya itu. walau masih belum bisa dipastikan Debo benar-benar akan menjadi ‘mangsa’ selanjutnya atau tidak.
“Biar aku yang bujuk.” Kata Gabriel mengambil alih tempat Zevana berdiri di depan pintu. Zevana masih menenteng nampan berisi nasi dan lauk untuk Ify.
“Fy…” Iel memulai aksinya, “Fy, dengerin gue…”
Tidak ada jawaban dari dalam, Iel mulai lagi, “Fy, gue nggak mau maksain loe makan, gue cuma mau ngasih tau ke elo, apa yang diomongin Debo ke gue kemarin.” Ify mendongak, menatap ke arah pintu yang membatasinya dengan Zevana dan Gabriel, “dia bilang ke gue, dia sama sekali nggak nyesel udah tau semua itu, walau sebenernya masih ada perasaan nggak terima, tapi dia bilang ke gue, dengan begitu dia bisa ngelakuin yang terbaik buat loe di sisa waktunya…” Ify semakin menangis, tapi kali ini perasaannya lebih terbuka mendengar ucapan sahabat dari SDnya itu,
“dan asal loe tau, kalo loe begini terus itu, sama aja mempersulit Debo buat bisa bahagiain loe. Gue yakin loe pasti nggak mau itu terjadi, kan? Yang terpenting sekarang ini adalah support buat Debo yang gue rasa nggak bisa kita lakukan sendirian, Fy. Loe wajib support Debo juga. Loe semangat Debo.” Zevana seperti tidak menyangka semua itu keluar dari mulut Gabriel, seorang Gabriel yang selalu gusar, biasanya untuk hal seperti ini Rio yang jago, tapi itu juga jika Rio sendiri tidak sedang ada masalah. Zeze melihat Gabriel yang ternyata juga sedang melihatnya.
“Aku mau berubah…” bisik Gabriel pada Zevana, Zevana menunduk.
“Jadi… Fy, makan, ya?” tanya Zevana nggak dengan emosinya tadi.
Sekitar sepuluh detik mereka menunggu respon dari Ify, lalu suara kunci pintu yang dibuka terdengar dari dalam kamar, dan Ify membukanya. Wajah Ify hampir sama seperti saat Oik depresi karena kehilangan sahabatnya, Acha, dulu. Tanpa ada yang menduga, Ify memeluk Gabriel tanpa berkata sepatah kata pun, dan anehnya Gabriel tidak menolak, ia justru mengusap rambut Ify pelan. Tapi, Zevana berusaha biasa saja dengan kejadian itu, di sini Gabriel adalah sahabat baik Ify. Ya, sahabat baik. Lagipula, Zevana bukan lagi pacarnya, kan?
“Makan, ya?” Gabriel mengambil sesuap nasi dan disuapkan ke Ify setelah rangkulannya terlepas. Zevana tersenyum. Mencoba tersenyum.
***

Agni dan Sivia sedang memperhatikan foto Debo yang sedang mengenakan kaus baru dari Ify, di teras depan. Nggak ada tanda-tanda khusus seperti foto-foto sebelumnya, karena selain background toko baju dibelakang Debo tidak ada yang spesial lainnya.
“Loe yakin Debo selanjutnya?” tanya Sivia.
“Ini bukan masalah yakin atau nggak, Vi. Ini masalah pengalaman-pengalaman sebelumnya. Oik meninggal setelah Acha, dan Obiet menyusul. Lalu empat hari yang lalu Ozy. Itu semua berurutan kan, Vi? Ini memperkuat dugaan kalau habis ini pasti…”
“Gue…” sahut seseorang dari belakang Sivia dan Agni. debo berdiri dengan ekspresi aneh. Beda dengan biasanya.
“De… sori…” Agni nggak tau harus berkata apa. hanya kalimat itu yang keluar.
“Ngapain harus bilang sori?” kata Debo mendekati dua gadis bersaudara itu.
“Ehm, I, Ify udah mau makan loh.” Kata Sivia yang juga jadi panik, nggak tau kenapa.
“Gue udah tau, gue lihat waktu Iel dan Zeze bujuk Ify tadi. Ehm, ada yang liat Cakka sama Rio?”
Sivia dan Agni menggeleng bersamaan setelah sebelumnya saling pandang.
“Mereka lagi ada masalah ya?” tanya Debo lagi.
Sivia yang sudah tau penyebab tengkaran antara CaYo dari Agni jadi menunduk, bagaimana pun juga ini salahnya yang minta kabur. Bodoh kamu, Via! Rutuk Sivia dalam hati.
“Tau nggak?” kata Debo membangunkan lamunan Sivia, “semalem waktu gue tidur, gue sama sekali nggak mimpi. Tidur gue berasa nyenyak dan damai banget. Apa itu tanda-tanda kalo gue bakal mati ya?”
“De…” Agni menyela, sementara Sivia sedikit syok.
“itu foto gue, ya?” tanya Debo menunjuk sebuah foto yang dibawa Agni.
“I, iya.” Agni bermaksud menyerahkan foto itu pada Debo, tapi Debo menolak.
“Nggak! Gue nggak mau lihat cara kematian gue sendiri! sampe kapan pun biarin gue nggak tau. Gue… gue nggak siap.” Begitu katanya sebelum Debo pergi meninggalkan Sivia dan Agni. Sivia jatuh di pelukan Agni.
“Gue nggak kuat, Ag…” lirihnya pada Agni.
“Nggak beda sama gue, Vi… tapi kita harus selesaiin rantai ini. atau paling nggak, kita harus bisa mengakalinya.”
“ngakalin?” Sivia terbangun dari pelukan Agni.
Agni mengangguk mantap sambil tersenyum.
***

Beralih pada Cakka dan Rio yang ternyata sedang berada di sebuah café. Rio yang mengajak Cakka ke tempat itu dengan alasan ingin menyelesikan masalahnya.
“Gue tau loe sakit hati banget, Cak…” Rio memulai perbincangan mereka setelah saling diam sekitar lima belas menit. Cakka hanya diam sambil mengaduk kopi panasnya, “dan gue juga tau, gue salah besar. Gue juga pasti bakal ngelakuin hal yang sama kalo gue jadi elo.”
“Tapi, gue nggak bakal ngelakuin hal yang sama kalo gue jadi elo!” tandas Cakka sinis.
“Cak, plis dengerin gue.” Cakka tersenyum miring, seperti meremehkan Rio, “selama ini loe selalu anggep gue yang salah, tanpa mau dengerin penjelasan gue. tanpa sadar loe juga udah ngelakuin kesalahan. Loe kira dengan keadaan kita kaya gini bakal nyelesaiin masalah? Terutama… Agni dan Sivia, mereka pasti sedih banget liat kita kaya begini.”
Dalam hati Cakka membenarkan perkataan Rio. Sebenernya Cakka juga nggak tega kalau Agni harus lihat pertengkarannya dengan Rio, terutama kemarin, saat bogem mentahnya hampir mendarat di mata Rio, jika Agni tidak menahannya.
“loe bener.” Kata Cakka akhirnya. Mendengar itu Rio sedikit tersenyum.
“Sekarang ini, yang kita perluin adalah kerja sama, Cak. Kerja sama satu tim. Loe pasti juga tau tentang Debo, kan? Ify jadi ngurung diri di kamar karena nggak mau Debo jadi korban berikutnya. Dan Gabriel Zeze. Loe tau? Mereka putus dua hari yang lalu.”
“Putus?” Cakka tersentak, ia memang belum tau berita itu.
“Sivia yang cerita ke gue.” terang Rio.
“Kenapa Agni nggak cerita ke gue?”
“Apa yang bisa dilakuin seorang cewek yang pacarnya jadi berubah temperament?” tanya Rio.
“Maksud loe?”
“Gue yakin Agni nggak cerita ke elo, karena dia takut.” Cakka menunduk, itu benar, “Agni takut karena loe mulai berubah… dia nggak berani bikin loe marah, karena dia rasa, emosi loe lagi labil akhir-akhir ini. dia juga jadi takut bakal bikin hubungan kalian ikut-ikutan rusak.” Rio mengakhiri kalimatnya. Cakka tercenung, ia sama sekali nggak mikir sampe ke sana. Dia terlalu kebawa emosi yang berlebihan. Ya, Tuhan…
“dari mana loe tau semua itu?” tanya Cakka.
“Sivia cerita ke gue tentang semua curhatan Agni.”
Cakka merenggut rambutnya, “Akh! Shit!” umpatnya kasar. “gue nggak nyangka kalo bakal kaya gini… gue…” Cakka dan Rio kembali diselimuti keheningan.
Rio melihat ke jam tangan di pergelangannya, “udah sore, kita harus pulang. Gue tunggu loe di mobil…” Kata Rio mengambil kunci mobil Obiet di atas meja. Lalu berlalu meninggalkan Cakka. Tapi langkah Rio terhenti saat suara seseorang memanggilnya.
“Rio!” panggil Cakka, Rio menoleh, “maafin gue.” katanya akhirnya.
Rio hanya tersenyum, lalu melanjutkan langkahnya. Syukurlah perang dingin antara Rio dan Cakka akhirnya selesai. Sahabat seperti mereka emang nggak bisa seterusnya tengkar. Ya, CaYo pulang ke villa dengan atmosfer yang berbeda sekarang, tak ada lagi lirikan sinis atau umpatan dalam hati, yang tersisa hanya senyum antarsahabat…
***

“Ify udah denger semuanya dari Gabriel.” Kata Ify yang menghampiri Debo di kamarnya, terlihat Debo sedang duduk di kasurnya. “dan Ify mau bikin hari-hari Ify sama Debo jadi berkesan.”
Debo menatap Ify penuh arti, lalu tersenyum, dan merentangkan kedua tangannya. Ify menyambut tangan itu lalu jatuh dalam pelukan Debo.
“Maafin Ify…” lirih Ify.
“Aku juga salah. Maafin Debo, ya…” Ify mengangguk mantap. Agni yang kebetulan melihat adegan itu tak bisa menahan air mata, ia sangat terharu ditambah rindu, rindu dengan pelukan Cakka. Cakka yang sekarang berubah…
“Cakka??” kata Agni kaget saat mendapati sepasang tangan merangkulnya dari belakang.
“Maafin aku, Ag…” desis Cakka tepat di telinga Agni. Agni kembali menangis. “I love you…”
Dari kejauhan Rio menyaksikan adegan itu, akhirnya Cakka yang kepala batu bisa juga luluh. Lalu tangan Rio digenggam seseorang, siapa lagi kalau bukan tangan Sivia.
“Vi?”
“Biar aku tebak…” kata Sivia girang, “kalian pasti udah baikan!”
“Kok tau?” tanya Rio.
“Sahabat kaya kalian nggak mungkin betah lama-lama musuhan. Aku kenal kalian. Kalian itu sahabat sejati deh!” kata Sivia sangat senang.
“Sok tau, kamu!” Rio mengacak rambut Sivia, manja. Lalu tiba-tiba Sivia memeluk Rio.
“Diem-diem, aku juga kangen sama kamu yang kaya gini, Yo. Lama banget rasanya nggak canda sama kamu…”
“I love you, Via…”
“I’m too.”
***

Berbeda dengan pasangan Debo-Ify, Cakka-Agni, dan Rio-Sivia, pasangan Zevana-Gabriel justru saling diam sekarang ini. Zevana menggoyang-goyangkan kakinya di dalam air kolam renang, masih jelas teringat adegan Gabriel dan Ify tadi. Nggak bisa dipungkiri Zevana jealous berat. Tampaknya, susah banget pisah dari Gabriel, padahal baru dua hari yang lalu mereka sama-sama sepakat untuk break sementara. Dari jendela samping, Gabriel memperhatikan Zevana. Pikirannya juga sedang penuh dengan bagaimana caranya agar ia bisa kembali dengan Zevana. Bagaimana caranya membuktikan kesungguhannya pada Zevana. Zevana…
“Hey, Yel!” Cakka menepuk bahu Gabriel dari belakang, membuat Gabriel kaget.
“Eh, elo, Cak… kaget gue…”
“Ngapain loe di sini?” Cakka melihat ke arah luar jendela, sekarang ia mengerti mengapa Gabriel tadi berdiri di situ dan memperhatikan ke laur.
“Yang tabah, Yel… semuanya bisa selesai…” kata Cakka.
“Gue tau.” Gabriel melihat ke Zevana sekali lagi, “emangnya masalah loe udah selesai?”
“masalah yang mana?” tanya Cakka.
“Rio.”
“Rio? Rio kenapa?” Cakka pura-pura nggak tau.
“Loe sama Rio lagi berantem, kan?”
“Gue? sama Rio? Nggak lah! Buktinya sekarang gue sama Rio dan Via lagi nonton TV bareng.”
“Berarti udah kelar?”
“Apanya?”
“Akh, bodo!” Gabriel menjitak kepala Cakka pelan. Frustasi sama lawan bicaranya itu. “ternyata loe masih sama.”
“Hahaha… eh, gue sama yang lain mau ngomongin sesuatu di ruang tengah. Penting. Ini ada kaitannya sama… rantai maut.” Ekspresi Cakka berubah serius. Gabriel mengernyitkan keningnya.
“udahlah buruan ke ruang tengah. Kita tunggu. Ajak juga si Zeze.” Suruh Cakka.
Gabriel terdiam, sekali lagi diliriknya Zevana di tepi kolam, “loe aja! Gue…” Gabriel tak melanjutkan ucapannya, setelah menepuk bahu Cakka, ia menuju ruang tengah. Cakka kebingungan sendiri.
“Ayo buruan. Ini penting!” kata Agni yang ngomel-ngomel saat berpapasan dengan Gabriel, “mana Zeze??”
Gabriel nggak menggubris pertanyaan Agni, ia terus berlalu menuju yang lainnya. Agni seperti bertanya pada Cakka apa yang terjadi lewat gerakan dagunya. Tapi hanya dibalas Cakka dengan mengangkat bahu tanda tak mengerti.
“Zevana! Ada hal penting yang mau kita omongin bareng-bareng! Kumpul di ruang tengah!” teriak Cakka kepada Zevana di luar. Zevana mengangguk. Agni hanya geleng-geleng kepala.
“Ayo!” Cakka menggandeng tangan Agni ke ruang tengah. Sekali lagi Agni melihat ke Zevana yang entah benar atau tidak sedang mengusap pipinya dari air mata. Zevana…

Bersambung>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Gimana? Pada suka sama part ini nggak? Tetep setia baca, ya! Muah!

Final Destination(the secret of photo)*part 9* (*ad(1-9)min*)#1

Haiii…dateng lagi nih cerbungnya. Disini ada adegan frontal, buat yang masih kecil jangan baca. Hahaha…
Langsung aja ya…
.
CEKIDOT>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>


Final Destination
(the secret of photo)
*part 9*

Langit hari ini mendung, semendung perasaan hati delapan orang yang tersisa di villa. Kemarin, Ozy masih ada di antara mereka, dan masih seperti biasa, dengan tatapan sinisnya beradu mulut dengan teman-temannya. Sebagaimanapun sikap Ozy selama ini, mereka berdelapan tetap merasa kehilangan. Gabriel terus-terusan merutuki dirinya sendiri. ia masih menyesal mengapa ia tidak memberi tanda bahwa listrik sedang korslet saat itu. mungkin, kalau Ozy melihat tandanya, ia tidak akan menyentuh listrik sembarangan, dan tentunya ia tidak akan meninggal secepat ini. walau, Ozy memang urutannya. Urutan…
“Sudahlah, Iel. Aku tahu kamu masih nggak bisa nerima kenyataan meninggalnya Ozy.” Kata Zevana yang mengelus pundak pacarnya seusai acara pemakaman Ozy.
“Aku salah, Ze…” desis Gabriel pelan.
“Iyel… ini takdir…”
“Bukan! Ini hasil rantai maut, yang kalau bukan karena keteledoranku, pasti masih bisa dicegah, tau paling nggak ditunda…”
“Gabriel…”
“Siapa… habis ini, Vi?” tanya Debo kepada Sivia. Baru tadi Sivia menyadari bahwa teman-temannya meninggal sesuai dengan tanda-tanda hasil jepretan Cakka, dan urutan dipotretnya. Ya, kalau diingat-ingat lagi, mereka semua meninggal sesuai dengan urutan pengambilan foto. Acha, Oik, Obiet dan kemudian Ozy. Semuanya urut.
Sivia melirik ke Cakka dan Rio yang sedari tadi pagi tidak saling tegur sapa.
“Seingat gue…” Agni mengambil alih dialog Sivia, “Ozy difoto Cakka di foodcourt, kan. Terus… gue, Sivia, Ify sama Zeze dateng habis belanja…”
“Iya tuh bener.” Zevana mengamini disela pembicaraannya dengan Gabriel yang ‘masih’ menyesal.
“Terus…” kali ini giliran Ify… “gue bawain Debo kaus baru.”
Mereka diam sesaat, mengingat kronologi kejadian sekitar tiga minggu yang lalu itu. Rio masih tenang, ia berusaha menyembunyikan kegalauan hatinya sejak kemarin. ‘Pengkhianat.’ Kata itu terus terdengung dalam kepala Rio, kata yang baru pertama kali ditujukan kepadanya melalui sahabatnya sendiri. Cakka…
Tak berbeda dengan Cakka, ia masih dihantui dengan rasa kecewanya kepada Rio. Ia tak menyangka Rio mengingkari janjinya sendiri untuk saling menjaga. Rio menghampiri Cakka yang duduk di lantai.
“Cak…” panggilnya pelan. Sivia mengamati pacarnya itu.
“Hem?” Cakka tidak mengindahkan panggilan Rio.
“Gue… mau ngomong sama loe.”
“About what?”
“Temuin gue di kolam renang samping.” Kata Rio lalu beranjak menuju kolam renang samping. Tapi, Cakka masih diam di tempat. Sivia bermaksud menyusul Rio, tapi tangannya dicegah Agni.
“mereka lagi ada masalah. Biarin mereka selesaikan.” Kata Agni. Sivia mengangguk. Semalam Cakka sudah menceritakan semuanya kepada Agni. jujur, Agni juga kecewa, mengapa saudaranya sendiri, Sivia, berencana untuk kabur dari villa meninggalkan teman-teman dan juga janjinya. Sivia menarik nafas dalam-dalam. Lalu, mereka sibuk dengan kronologi itu lagi.
‘Brak!’
Zevana meggebrak meja, entah apa yang terjadi pada perbincangan pelannya dengan Gabriel.
“Ze, tunggu!” Gabriel menyusul Zevana yang tampaknya sedang marah. Mereka menuju teras luar. Membiarkan teman-temannya saling pandang bingung dan mengangkat bahu tak mengerti.
“Udah ada yang inget?” tanya Ify.
“Habis itu Zevana minta difoto karena sepatunya kan?” Sivia yang baru nimbrung mulai mengingat. Sesekali ia melirik ke Cakka. Agni jadi risih. Kemudian didapatinya Cakka beranjak menuju kolam.
“Bukan…” kata Debo. “sebelum itu, Ify dipotret nggak sengaja sama si Cakka kan?” Ify begidik ngeri. Apa dia korban selanjutnya? Ify menggenggam tangan Debo erat. Sementara Agni dan Sivia mencoba mengingat lebih dalam.
“Tunggu.” Kata Agni seperti menyadari sesuatu.
“Ada satu orang lagi sebelum Ify.” Sambung Sivia. Ify mengingat, setelah ia menyerahkan kaus baru itu kepada Debo.

"apa ini?"
"liat aja"
"wow! T-shirt baru! Aku pake ya, fy. Thanks, sayang.."
"Cak, fotoin gue dong!"
'cklik'


Seketika, Ify melepas genggaman tangannya pada Debo, lalu memandang Debo.
Debo menelan ludah, “Gue…” kata Debo pelan sambil gemetar.
***

“Ze…” Gabriel memegang tangan Zevana. Zevana menangis. Entah apa yang sebenarnya terjadi. “Ze, aku minta maaf.” Zevana tetap diam.
Tadi, Zevana mencoba menghibur Gabriel yang masih saja menyesali perbuatannya kepada mendiang Ozy. Tapi, Gabriel justru putus asa, ia merasa telah membunuh Ozy secara tidak langsung. Zevana marah dan mencoba menyadarkan Gabriel. Tapi Gabriel spontan membentak Zevana. Zevana makin kesal, dan hilang kesabaran.
“Aku udah coba sabar sama kamu, Yel. Tapi kamu terus-terusan kaya gitu. aku sedih liat kamu…” kata Zevana ditengah tangisnya.
“Ze, maafin aku. aku tau aku salah. Aku masih nggak bisa nerima kematian Ozy, Ze. Kamu tau kan, dari dulu aku sama Ozy sahabat baik, sampai aku kenal sama kamu lewat Acha, pacarnya Ozy.”
“Iya, Yel. Aku tau… tapi, plis jangan khawatirin aku dengan sikap kamu yang kaya begini. Dari dulu kamu selalu nyalahin diri sendiri kalau terjadi sesuatu. Aku nggak suka. Aku udah pernah bilang kan sama kamu, kalau kamu terus-terusan begitu aku mau break sama kamu.”
“Ze, kasih aku kesempatan buat…”
“Nggak Yel… aku pengen bikin kamu sadar selamanya, bukan karena ada aku yang ngingetin kamu. Jadi aku minta…” Zevana memutus kalimatnya, berat juga mengatakan ini. “kita putus.”
“Ze…”
“Sampai kamu bisa berubah. Aku mau kamu introspeksi, Yel. Nanti, kita balikan lagi.”
Gabriel terlihat menimang, ia tak ingin jauh dari cewek dihadapannya itu, tapi ini juga salahnya, “aku hargai keputusan kamu, Ze. Aku akan lakuin itu. demi kamu.”
“Asal kamu tau, aku sayang kamu lebih dari segalanya. Jadi sekali lagi jangan kecewain aku.”
“I’m promise.” Jawab singkat Gabriel. Lalu zevana melepas genggaman tangan Gabriel.
***

“Jadi apa yang mau loe omongin.” Tanya Cakka setibanya di kolam renang samping villa. Menemui Rio yang duduk di bangku panjang tepi kolam. Ia mendekati Rio.
“Gue pikir loe nggak akan ke sini.” Kata Rio sambil berdiri dan berbalik.
“Gue butuh waktu buat mikir tawaran orang macem loe, kan?” Cakka berkata dengan senyum miringnya. Menyindir Rio.
“Oke. Whatever.” Jawab Rio, “gue Cuma mau bilang, gue minta maaf Cak.”
Cakka tersenyum sinis, “jadi loe masih bisa sadar sama kelakuan loe.”
“Cak, gue nggak bermaksud. Cowok mana yang tega diem aja liat ceweknya nangis dan bilang nggak kuat tinggal ditempat terkutuk macem villa ini?”
“Gue kuat.” Jawab singkat Cakka.
Rio tersentak, bukan itu jawaban yang ia inginkan dari Cakka, “gue punya perasaan Cak. Gue nggak rela kalau pacar gue harus depresi, kaya hampir gila dan harus minum obat penenang.” Katanya menyindir Cakka.
“Loe nyindir gue?”
“Nggak. Gue nyindir orang yang nggak punya perasaan. Tapi, kalo loe ngerasa gitu…” Rio menghentikan omongannya, ia rasa Cakka mengerti maksudnya.
“Yo! Loe salah!” bentak Cakka.
“Berusaha kasih yang terbaik buat cewek gue! salah?!” Rio tak kalah membentak.
“Iya! Karena sekaligus loe udah khianatin janji loe!”
“Cak…”
“Ajarin juga tuh cewek loe!”
‘Bug!’
“Jaga mulut loe, Cak!” Rio menghantam pipi kiri Cakka dengan bogemnya, kesabarannya memuncak. Cakka memegangi pipinya yang memar.
‘Bug!’ balasan diterima Rio.
“Cak, sadar! Loe tuh…”
“Masa bodo! I don’t care! What the hell!” Cakka semakin buas saja. Tanpa menyelesaikan masalahnya, ia kembali ke dalam.
“Argh!” Rio terduduk di bangku itu lagi.
***

“Nggak mungkiin…” Ify yang masih syok menyadari bahwa korban selanjutnya adalah pacarnya sendiri terus-terusan menangis. Ditemani Sivia di sampingnya. Sementara debo duduk bersandar di pintu, ini seperti lelucon konyol. Menyadari kematiannya sudah dekat. Arkh! Agni berkali-kali memandang ke pintu dapur, tempat Cakka tadi menghilang. Sebenarnya apa yang dibicarakan Cakka dengan Rio. Kemudian, Zevana dan Gabriel masuk. Ada atmosfer aneh saat mereka berdua kembali ke ruangan itu. Gabriel dan Zevana sama-sama diam seribu bahasa. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di luar sana.
“Heh, kalian kemana aja?” tanya Agni.
“Kita cuma lagi hirup udara diluar kok, ya kan, Ze?” jawab Iel dan meminta persetujuan Zevana.
“Heemmm…” jawab Zevana singkat
“Kalian bohong kan?” lanjut Sivia.
“Pasti kalian berantem?”
“Pdah ah gue males ngomongin soal itu” kata Zevana dan berlalu pergi.
“Yel, kalian kenapa?” tanya Agni.
“Kita….kita putus Ag” aku Iel.
“Hah …..????” Agni, Sivia, Ify, dan Debo yang berada disitu kaget.
“Kok bisa? kalian kan  pacaran udah lama banget Yel” tanya Ify.
“Ya, gue terlalu terpukul sama kepergian Ozy. Dan gue selalu nyalahin diri gue sendiri, dan itu buat Zevana nggak suka sama sikap gue, dia bilang kita akan balikan lagi kalo gue nggak kayak gitu lagi dan kata dia gue harus introspeksi diri” jawab Iel menunduk.
“Sabar ya bro” kata Debo menepuk-nepuk pundak Iel.
“Iya, thanks ya Deb” jawab Iel.
“Yel, boleh kita ngomong sebentar?” tanya Debo.
“Boleh Deb, dimana?” tanya Iel.
“Dikolam” jawab Debo.
“Ok, loe tunggu gue aja disana, nanti gue kesana kok. Gue mau minum dulu sebentar” kata Iel, lalu berlalu pergi kedapur.
@Dapur
Iel melihat ada Zevana yang juga mengambil minum, Iel mau nyapa tapi takutnya Zeva nggak mau balas sapaannya, alhasil mereka cuma saling diam. Sempat sesekali mereka saling pandang Iel tersenyum kearah Zeva, dan Zeva membalas senyum Iel
“Emmm…Ze…” panggil Iel sambil memegang tangan Zeva.
“Iya?” jawab Zeva.
“Maafin gue ya…, gue janji gue akan berubah Ze. Gue nggak mau pisah sama loe lama-lama” kata Iel.
Zevana tersenyum “gue tunggu loe Yel” jawab Zevana lalu pergi.
Setelah Zevana pergi Iel kembali keruang tengah, belum sempat duduk dia inget sama janji dia ke Debo untuk kekolam. Iel pergi kekolam disana sudah ada Debo yang duduk merenung dipinggir kolam, separo kakinya dimasukkan ke kolam.
“Deb…” Iel memegang pundak Debo, dan duduk disebelahnya.
“Eh loe Yel” kata Debo sedikit kaget.
“Hehe..iya, ohh ya katanya ada yang mau diomongin? ngomongin apa?” tanya Iel.
“Emmm,,,,korban selanjutnya gue Yel, dan ini konyol bagi gue. gue udah tau kematian gue sendiri” kata Debo dengan tampang sedih sambil meremas rambutnya.
“Ha???? loe nggak bohongkan Deb?” tanya Iel tak percaya.
“Emang gue kelihatan bohong ya Yel?” tanya Debo.
“Nggak sih” jawab Iel.
“Yel.,,,gue titip Ify ya. Gue sayang banget sama dia, gue nggak mau ninggalin dia Yel, tapi ini takdir gue, bahwa gue harus pergi” kata Debo lirih, tak terasa Debo meneteskan air mata walau tanpa sepengetahuan Iel.
“Deb,,,sabar ya, ini bukan takdir loe. Ini karna setan sialan itu!!!” kata Iel.
“Udahlah Yel, gue terima kalo gue harus mati. Tapi plisss…Yel tolong jagain Ify. Gue sama sekali nggak nyesel kok udah tau semua ini sekarang, karena dengan begini gue bisa ngasih yang terbaik ke Ify di sisa waktu gue, gue bisa bahagiain Ify, seenggaknya dia nggak nyesel pernah jadi pacar gue.” kata Debo tertawa kecil. “yang gue takutin adalah, ninggalin dunia ini sebelum sempet bikin Ify bahagia. Pasti itu juga yang dirasain temen kita, Ozy dan Obiet yang kehilangan pacarnya. Tapi dengan begini…” Debo menengadah ke langit, “Gue bisa bahagiain Ify sebelum gue bener-bener ninggalin dunia”
“De…” Gabriel mencoba menyela. Tapi berhenti ketika mata Debo berkaca-kaca. Gabriel menepuk punggung Debo.
“Itu belum sepenuhnya bener, De” Kata Gabriel. “Sama kaya dugaan kita ke Ozy yang kita sangka akan meninggal dalam kecelakaan pesawat.”
“Tapi akhirnya Ozy juga meninggal, kan? Walau dengan cara lain.”
“De…”
“Yel, pesen gue cuma satu…” Debo berbicara seolah setelah ini dia akan benar-benar mati, “loe kenal Ify dari SD, kan? Jauh sebelum loe kenal Zeze. Tolong jagain Ify buat gue. gue cuma minta loe bisa selalu ada di setiap Ify kangen gue nanti.”
“Ok,, gue janji gue bakal jagain Ify buat loe” jawab Iel.
“Thanks Yel. Tapi jangan sampe bikin Zeze cemburu pastinya.” Debo tertawa kecil, menutupi kegalauannya.
Iel sedikit tersentak mengingat hubungannya dengan Zevana yang sekarang sedang rumit, “sama-sama Deb, gue masuk duluan ya Deb”
“Iya Yel” jawab Debo.
Iyel masuk kedalam sedangkan Debo masih merenung dipinggir kolam, tiba-tiba Ify datang.
“Deb,,” panggil Ify lalu duduk disebelah Debo.
“Ehh,,Ify” jawab Debo disenyum-senyumkan karna Debo tak ingin Ify sedih.
Ify bersandar dibahu Debo “Deb,,,Ify takut Debo ninggalin Ify, Ify nggak tau jadi apa kalo nggak ada Debo, karna Ify sayang banget sama Debo” kata Ify perlahan airmatanya turun dari pelupuk matanya.
“Debo juga nggak mau ninggalin Ify, Debo juga sayang banget sama Ify. Tapi ini udah takdir Fy” jawab Debo.
Ify menghadap ke Debo kini jarak wajah mereka cuma sekitar 5 cm “kenapa sih, kita harus liburan kesini Deb?” tanya Ify sedih.
“Ya mungkin ini memang takdir kita Fy. Ify jangan nangis dong Debo jadi ikut sedih” jawab Debo lalu menghapus air mata Ify.
Ify langsung mendekap Debo “Debo… Ify sayang sama Debo” kata Ify yang berada dipelukan Debo sambil nangis sesegukan, Debo membalas pelukan Ify erat bahkan sangat erat sekali seakan Debo tak ingin jauh dengan Ify.
“Debo juga sayang sama Ify, sayang banget” ucap Debo lirih.
Debo melepaskan pelukannya, wajah mereka dekat sekali mereka saling pandang dan Debo memejamkan matanya lalu menempelkan bibirnya kebibir Ify, selama beberapa menit Debo melepaskan bibirnya
“Maafin aku Fy, udah lancang ngelakuin itu” kata Debo.
“Nggak papa kok Deb” jawab Ify. Lalu Debo mendekap Ify lagi
           ***
BERSAMBUNG>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Gimana lanjutannya? ditunggu aja ya, jangan bosen yahhh…..
Sankyuuu….

Final Destination(the secret of photo)*part 8* (*ad(1-9)min*)#2

Final Destination(the secret of photo)*part 8* (*ad(1-9)min*)#2

oleh Kami Cagnisivielrifyzevin pada 14 Juni 2011 pukul 15:45 ·
hai hai.... ad(1-9)min bawa cerbung gaje ini lagi.... dibaca yaaa

.

 CEKIDOT>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

 Final Destination
 (the secret of photo)
*part 8*


“Ozy!!!” teriak Sivia yang duduk di sofa. Ia seperti merasa sesuatu yang terjadi pada Ozy.

“Kenapa Via?” tanya Zevana yang kemudian duduk di samping Sivia dan merangkul pundaknya.

“O, Ozy Ze, Ozy! Gu, gue liat semuanya… ozy ada di dalem pe, pesawat dan…” Via menghentikan ceritanya dan menelepon Rio yang sedang dalam perjalanan menyusul Ozy ke bandara.

“Halo, Beib…” kata Sivia. Zevana dan Ify saling pandang. Sama-sama ak mengerti.

“iya, Via? Ada apa?” jawab Rio dari seberang.

“Yo, aku, aku liat semuanya, Yo… aku liat semuanya…!!”

“Liat apaan, Vi? Ngomong yang jelas, certain ke aku!”

“Tadi, aku liat Ozy ada di dalem pesawat Yo. Dan dia… kecelakaan… pesawat itu…”

“Sivia… aku nggak ngerti, Vi.. kita baru mau ke bandara!”

“Cepet Yo! Ozy dalam bahaya! Kamu harus cegah dia naik pesawat itu!!”

“Sebenernya ada apa sih, Vi?” tanya Ify yang mulai takut.

“Gue bisa liat kecelakaan itu di kepala gue!! dan Ozy ada di sana!!!”

“Apa?!” pekik Zevana lalu dipeluk Gabriel.

“Shit!” umpat Rio masih dalam telepon, “Gu, gue segera ke sana… dan ini nggak boleh gagal lagi…”

‘tut’

Teleponnya dimatikan Rio.

“Sial, hape Ozy mati.” Kata Debo yang mencoba menghubungi Ozy.

Sivia jatuh dalam pelukan Ify yang duduk di sebelahnya. Ia syok dengan apa yang baru saja dilihatnya itu. semuanya tampak nyata. Suasana itu, suara gemuruh pesawat yang kehilangan kendali, jeritan penumpang dan Ozy… semua itu seperti nyata. Dan akan menjadi nyata.

@mobil Rio

“Shit!” Rio terus-terusan mengumpat karena kekesalannya. Sementara Cakka hanya diam memandangi luar jendela, hujan masih saja deras mengguyur. Ia masih kesal dengan Rio yang berani-beraninya berencana untuk kabur dari Lombok diam-diam. Entah mengapa tapi Cakka menganggap itu seperti sebuah pengkhianatan. Cakka belum bisa menerima kenyataan tentang nasib mereka dan teman-temannya yang harus terjebak dalam labirin berdarah ini, ditambah sahabatnya yang berniat… akh… pengkhianat!

“Cak?” panggil Rio yang mendapati kediaman Cakka di sampingnya. “Cak, loe…”

“Gue nggak pengen ngomong! fokus ke jalan dan kita akan nyelamatin Ozy! Nggak usah ngobrol apa-apa sama gue!”

“Cak… gue…” omongan Rio terpotong karena tatapan Cakka yang seperti menohok Rio.

Sementara suasana di villa semakin tegang, Cakka dan Rio sampai di bandara. Dengan segera Cakka turun dan memasuki bandara, sedangkan Rio mencari tempat parkir.

Cakka segera menuju bagian informasi setelah melihat terlebih dahulu layar jadwal pemberangkatan pesawat.

“Ada yang bisa kami bantu?” kata petugas itu.

“Apa pesawat tujuan Jakarta sudah berangkat, Mbak?” tanya Cakka terengah-engah.

“Pesawat tujuan Jakarta ditunda keberangkatannya karena cuaca yang tidak memungkinkan.” Cakka membuang nafas lega, “Tapi, tenang sebentar lagi pesawat juga akan berangkat.”

“Apa?!”

“Iya. mungkin lima sampai sepuluh menit lagi.”

“Nggak mungkin! nggak boleh! pesawat itu nggak boleh terbang!! akan ada kecelakaan!”

“Ma, maaf… apa maksud Anda?”

Cakka berlari ke arah jendela besar tempat ia bisa melihat pesawat-pesawat. dan nampak di sana beberapa pesawat. sial! mana Ozy??

“Gimana Cak??” tanya Rio yang baru tiba.

“Kita… telat Yo…”

“Maksud.. loe?”

“Pesawatnya…”

***


Sial, kenapa pesawatnya harus delay segala sih… gue jadi nggak bisa balik ke Jakarta malam ini… mau di taro dimana muka gue kalo gue balik ke villa dan nggak jadi berangkat. padahal gue udah yakin banget bakal selamat sampe Jakarta malam ini juga. arkh… tapi… mereka…

Diluar dugaan, Ozy berada di taksi dalam perjalanan kembali ke villa. ia memutuskan untuk kembali ke villa karena pesawatnya delay. lagipula entah mengapa ia merasakan sesuatu yang tidak enak. bagaimanapun juga ia sudah mengenal teman-temannya selama bertahun-tahun. Termasuk Agni. ia tak bisa memungkiri bahwa sebenarnya ada sedikit rasa percaya kepada omongan Agni. mungkin, ini memang tak sepantasnya. Ozy menitikkan airmata. Baru ini ia menangis setelah kepergian Acha. Dan sekarang ia benar-benar ingin berada diantara teman-temannya. Dan jujur, rasa itu juga yang menyebabkan ia memilih untuk membatalkan kepergiannya. Temen-temen… maafin gue…

***


“Kyaaa!!!” Agni menjerit dari kamarnya. Membuat empat orang yang ada di ruang tamu menghampiri asal suara.

“Ada apa, Ag?” tanya Sivia setelah ia dan yang lain sampai di kamar Agni.

“Mana Cakka?!” lagi-lagi Agni terlihat seperti orang gila.

“Agni… Cakka lagi…” Sivia melirik ke arah tiga sahabatnya, Zevana menggeleng. “Cakka lagi cari makan malam sama Rio.” Bohong Sivia.

“Loe udah mendingan?” tanya Debo yang berusaha menutupi kepanikan yang sebenarnya.

“Mana Ozy?” tanya Agni lagi.

“Dia…” Sivia berpikir. Ingin rasanya ia menangis, matanya seperti didesak sesuatu yang memaksa keluar.

“Mungkin di kamar.” Sambung Gabriel. Agni terdiam, mencoba membaca suasana. Ia melihat ke arah Sivia yang menunduk.

‘Jdaaaar!!’ suara petir menyambar langit. Agni semakin galau.

“Gue tau kalian nyembunyiin sesuatu, kan?”

“Ag, kita…” jawab Ify terpotong.

“Jawab pertanyaan gue! kalian… bohong, kan?!” Agni mengangkat wajah Sivia sedikit kasar, dan tampak Sivia menangis. Disusul dengan Zevana yang juga menangis dalam pelukan Gabriel.

“Ada apa sebenernya!!!”

‘Trrt trrt’ hape Debo berbunyi. Telepon dari Cakka. Tadinya Cakka ingin menghubungi Sivia tapi nggak diangkat. Hape Sivia di ruang tamu.

“Iya halo, Cak?” kata Debo. Belum ada jawaban dari seberang. Yang ada hanya suara hujan dan klakson mobil. Debo begidik ngeri, memang selama ini Debo selalu bisa mencairkan suasana, tapi untuk yang satu ini darahnya pun seperti berhenti mengalir.

“Cak??” tanya Debo sekali lagi.

“Cakka!” teriak Agni.

“De, sori…” kata-kata Cakka mulai terdengar, walau miris, “Ozy terlanjur terbang…”

Debo terdiam, wajah keempat sahabatnya seperti bertanya-tanya. Debo terduduk di kursi dan meremas rambutnya.

“O.. Oz…Ozy….” Katanya berat. Semuanya mengerti maksud Debo. Seketika semuanya menangis. Tanpa mengetahui sebenarnya Ozy dalam perjalanan menuju villa. Mungkin sebentar lagi sampai… kalau ia masih diizinkan… hidup…

***


“Awas, Yo!!” teriak Cakka saat Rio hampir menerobos lampu merah. Jalanan memang tertutup hujan deras.

‘Cyyiiiit!!’ mobilnya berhasil berheni tepat waktu.

“Sori… gue nggak fokus.” Kata Rio.

“Cih, gue tau loe terpukul sama kepergian Ozy. Kehilangan sahabat itu emang menyakitkan. Tapi, itu lebih baik daripada punya sahabat yang…” Rio mengalihkan pandangannya dari jalanan ke wajah Cakka yang justru tidak melihatnya, “pengkhianat…”

‘Diiin!!!’ suara klakson dari mobil di belakang.

“Gue nggak mau ngomongin itu di sini, Cak. Sori…”

Cakka tersenyum miring, lalu kembali menatap jandela. Mata Cakka seketika terbelalak saat ia mendapati sesosok wanita misterius itu di trotoar. Wajahnya jauh lebih mengerikan ditambah tatapannya yang tajam menghunus Cakka. Pandangan Cakka berusaha mengikuti wanita itu, tapi sudah tidak memungkinkan karena mobil terus melaju. ‘Sial, dia…’

“Ada apa, Cak??” tanya Rio.

“Perempuan itu…”

“Maksud loe…” Rio melihat dari spion kirinya. Tapi tentu saja wanita itu sudah tiada. Ini adalah… tanda.

***


‘clap!’ lampu villa tiba-tiba mati. Mungkin karena hujan yang agaknya justru semakin deras.

“Kyaaa!!” teriak Ify yang seketika memeluk Debo. Agni dan Sivia masih tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Baru saja Agni diceritakan semuanya oleh Gabriel, dan sekarang ia hanya melamun.

“Biar gue cek!” kata Iel. Ia pun menuju ke sumber listrik di luar pintu.

“A, ati-ati…” kata Zevana yang sedang melihat-lihat foto kenangan sahabat-sahabatnya yang telah tiada. Iel tersenyum.

Tiba-tiba angin kencang meniup korden dan menerbangkan sebuah foto di meja.

“Apa itu, Ze?” tanya Ify.

“Mana?”

“Tadi ada yang jatuh.”

“Nggak keliatan.”

Debo mengambil hapenya dan menyorotkan lampu ke arah lantai.

“Cuma foto.” Kata Debo.

“Foto?” Pekik Sivia. “Mana fotonya?!” Sivia baru saja seperti menyadari kelupaannya. Sambil diterangi lampu hape Debo, Sivia melihat foto itu. foto Ozy.

“Nggak ada tanda kematian karena pesawat.” Kata Ify pelan.

“Benar.” Kata Agni, “ini bukan tanda kematian Ozy.”

“Maksud loe?” tanya Sivia.

“Ozy nggak meninggal dalam kecelakaan pesawat itu.” Agni tersenyum, “Iya. Dia… dia masih hidup…”

“Benarkah?” kata Ify. Kemudian ia dan Zevana saling berpelukan.

“Se. semoga itu benar…” kata Sivia. Agni saling berpandangan dengan Sivia. Agni menelan ludahnya.

“Percuma. Listriknya korslet. Bahaya kalo gue yang betulin.” Kata Gabriel seusai memeriksa listrik. “Kayanya kita terpaksa harus tanpa listrik malam ini.”

“Listrik?” kata Sivia dan Agni hampir bersamaan.

“Kenapa?” tanya Gabriel. Sivia dan Agni saling pandang. Lalu mencoba menerka maksud foto itu lagi.

***


Ozy sampai di depan villa. Tidak ada mobil mendiang Obiet di sana. Mungkin Cakka dan Rio memakai mobil itu untuk mencari dirinya. Ozy tersenyum kecil. ‘Kenapa gelap?’ Batinnya. ‘Akh, terang aja listriknya rusak begini.’ Ozy melihat ke arah sumber listrik itu, ‘apa Gabriel nggak bisa benerin? Dia kan ahli beginian.’ Tangan Ozy meraih sebuah kabel yang sedikit terbuka kulitnya… dan…

“Aaaarrggghhhh!!!!!” jerit Ozy.

***


“Apa itu?!” teriak Debo yang ada di dalam.

“Shit! Jangan-jangan!” Gabriel menuju ke luar.

“O, Ozy…” Agni menggeleng pelan, Sivia menyusul Ify dan Zevana yang berlari keluar.

“Arkh!” teriak Gabriel menonjok tembok.

“Ozy!!” Debo menghampiri tubuh Ozy yang hangus tersengat listrik dan kaku terbujur di lantai.

“Ya Tuhaaan!!!” teriak Ify yang saling berpelukan dengan Zevana. Sebuah mobil mendekat ke villa.

“Ozy!” teriak Cakka dan Rio yang segera keluar dari mobil.

Sivia menjatuhkan foto yang sedari tadi digenggamnya. Foto Ozy yang wajahnya terkena kilatan cahaya. Seperti… sengatan listrik. Ya, tanda kematiannya…

Tiba-tiba listrik menyala. Dan TV di ruang tamu menyala.

‘Pemirsa, baru saja dikabarkan pesawat Boeing-ic123 meledak di udara setelah 20 menit keberangkatannya dari Bandara Lombok. Kecelakaan terjadi di bagian barat selat Lombok dan menewaskan lebih dari setengah jumlah penumpang. Informasi masih akan terus berubah seiring penyelidikan.’ Itu suara penyiar berita yang mengabarkan kecelakaan pesawat. Kecelakaan yang seharusnya merenggut Ozy seperti dalam penglihatan Sivia.

***


‘Satu korban lagi… dan tinggal delapan… hahahaha!!!’ tawa wanita itu kembali terdengar.


BERSAMBUNG>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>


OMG, tinggal 8...brrr...siapa korban selanjutnya..? nantikan part berikutnya

Final Destination(the secret of photo)*part 8* (*ad(1-9)min*)#1

hai hai.... ad(1-9)min bawa cerbung gaje ini lagi.... dibaca yaaa
.
CEKIDOT>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Final Destination
(the secret of photo)
*part 8*

“Ozy!!!” teriak Sivia yang duduk di sofa. Ia seperti merasa sesuatu yang terjadi pada Ozy.
“Kenapa Via?” tanya Zevana yang kemudian duduk di samping Sivia dan merangkul pundaknya.
“O, Ozy Ze, Ozy! Gu, gue liat semuanya… ozy ada di dalem pe, pesawat dan…” Via menghentikan ceritanya dan menelepon Rio yang sedang dalam perjalanan menyusul Ozy ke bandara.
“Halo, Beib…” kata Sivia. Zevana dan Ify saling pandang. Sama-sama ak mengerti.
“iya, Via? Ada apa?” jawab Rio dari seberang.
“Yo, aku, aku liat semuanya, Yo… aku liat semuanya…!!”
“Liat apaan, Vi? Ngomong yang jelas, certain ke aku!”
“Tadi, aku liat Ozy ada di dalem pesawat Yo. Dan dia… kecelakaan… pesawat itu…”
“Sivia… aku nggak ngerti, Vi.. kita baru mau ke bandara!”
“Cepet Yo! Ozy dalam bahaya! Kamu harus cegah dia naik pesawat itu!!”
“Sebenernya ada apa sih, Vi?” tanya Ify yang mulai takut.
“Gue bisa liat kecelakaan itu di kepala gue!! dan Ozy ada di sana!!!”
“Apa?!” pekik Zevana lalu dipeluk Gabriel.
“Shit!” umpat Rio masih dalam telepon, “Gu, gue segera ke sana… dan ini nggak boleh gagal lagi…”
‘tut’
Teleponnya dimatikan Rio.
“Sial, hape Ozy mati.” Kata Debo yang mencoba menghubungi Ozy.
Sivia jatuh dalam pelukan Ify yang duduk di sebelahnya. Ia syok dengan apa yang baru saja dilihatnya itu. semuanya tampak nyata. Suasana itu, suara gemuruh pesawat yang kehilangan kendali, jeritan penumpang dan Ozy… semua itu seperti nyata. Dan akan menjadi nyata.
@mobil Rio
“Shit!” Rio terus-terusan mengumpat karena kekesalannya. Sementara Cakka hanya diam memandangi luar jendela, hujan masih saja deras mengguyur. Ia masih kesal dengan Rio yang berani-beraninya berencana untuk kabur dari Lombok diam-diam. Entah mengapa tapi Cakka menganggap itu seperti sebuah pengkhianatan. Cakka belum bisa menerima kenyataan tentang nasib mereka dan teman-temannya yang harus terjebak dalam labirin berdarah ini, ditambah sahabatnya yang berniat… akh… pengkhianat!
“Cak?” panggil Rio yang mendapati kediaman Cakka di sampingnya. “Cak, loe…”
“Gue nggak pengen ngomong! fokus ke jalan dan kita akan nyelamatin Ozy! Nggak usah ngobrol apa-apa sama gue!”
“Cak… gue…” omongan Rio terpotong karena tatapan Cakka yang seperti menohok Rio.
Sementara suasana di villa semakin tegang, Cakka dan Rio sampai di bandara. Dengan segera Cakka turun dan memasuki bandara, sedangkan Rio mencari tempat parkir.
Cakka segera menuju bagian informasi setelah melihat terlebih dahulu layar jadwal pemberangkatan pesawat.
“Ada yang bisa kami bantu?” kata petugas itu.
“Apa pesawat tujuan Jakarta sudah berangkat, Mbak?” tanya Cakka terengah-engah.
“Pesawat tujuan Jakarta ditunda keberangkatannya karena cuaca yang tidak memungkinkan.” Cakka membuang nafas lega, “Tapi, tenang sebentar lagi pesawat juga akan berangkat.”
“Apa?!”
“Iya. mungkin lima sampai sepuluh menit lagi.”
“Nggak mungkin! nggak boleh! pesawat itu nggak boleh terbang!! akan ada kecelakaan!”
“Ma, maaf… apa maksud Anda?”
Cakka berlari ke arah jendela besar tempat ia bisa melihat pesawat-pesawat. dan nampak di sana beberapa pesawat. sial! mana Ozy??
“Gimana Cak??” tanya Rio yang baru tiba.
“Kita… telat Yo…”
“Maksud.. loe?”
“Pesawatnya…”
***

Sial, kenapa pesawatnya harus delay segala sih… gue jadi nggak bisa balik ke Jakarta malam ini… mau di taro dimana muka gue kalo gue balik ke villa dan nggak jadi berangkat. padahal gue udah yakin banget bakal selamat sampe Jakarta malam ini juga. arkh… tapi… mereka…
Diluar dugaan, Ozy berada di taksi dalam perjalanan kembali ke villa. ia memutuskan untuk kembali ke villa karena pesawatnya delay. lagipula entah mengapa ia merasakan sesuatu yang tidak enak. bagaimanapun juga ia sudah mengenal teman-temannya selama bertahun-tahun. Termasuk Agni. ia tak bisa memungkiri bahwa sebenarnya ada sedikit rasa percaya kepada omongan Agni. mungkin, ini memang tak sepantasnya. Ozy menitikkan airmata. Baru ini ia menangis setelah kepergian Acha. Dan sekarang ia benar-benar ingin berada diantara teman-temannya. Dan jujur, rasa itu juga yang menyebabkan ia memilih untuk membatalkan kepergiannya. Temen-temen… maafin gue…
***

“Kyaaa!!!” Agni menjerit dari kamarnya. Membuat empat orang yang ada di ruang tamu menghampiri asal suara.
“Ada apa, Ag?” tanya Sivia setelah ia dan yang lain sampai di kamar Agni.
“Mana Cakka?!” lagi-lagi Agni terlihat seperti orang gila.
“Agni… Cakka lagi…” Sivia melirik ke arah tiga sahabatnya, Zevana menggeleng. “Cakka lagi cari makan malam sama Rio.” Bohong Sivia.
“Loe udah mendingan?” tanya Debo yang berusaha menutupi kepanikan yang sebenarnya.
“Mana Ozy?” tanya Agni lagi.
“Dia…” Sivia berpikir. Ingin rasanya ia menangis, matanya seperti didesak sesuatu yang memaksa keluar.
“Mungkin di kamar.” Sambung Gabriel. Agni terdiam, mencoba membaca suasana. Ia melihat ke arah Sivia yang menunduk.
‘Jdaaaar!!’ suara petir menyambar langit. Agni semakin galau.
“Gue tau kalian nyembunyiin sesuatu, kan?”
“Ag, kita…” jawab Ify terpotong.
“Jawab pertanyaan gue! kalian… bohong, kan?!” Agni mengangkat wajah Sivia sedikit kasar, dan tampak Sivia menangis. Disusul dengan Zevana yang juga menangis dalam pelukan Gabriel.
“Ada apa sebenernya!!!”
‘Trrt trrt’ hape Debo berbunyi. Telepon dari Cakka. Tadinya Cakka ingin menghubungi Sivia tapi nggak diangkat. Hape Sivia di ruang tamu.
“Iya halo, Cak?” kata Debo. Belum ada jawaban dari seberang. Yang ada hanya suara hujan dan klakson mobil. Debo begidik ngeri, memang selama ini Debo selalu bisa mencairkan suasana, tapi untuk yang satu ini darahnya pun seperti berhenti mengalir.
“Cak??” tanya Debo sekali lagi.
“Cakka!” teriak Agni.
“De, sori…” kata-kata Cakka mulai terdengar, walau miris, “Ozy terlanjur terbang…”
Debo terdiam, wajah keempat sahabatnya seperti bertanya-tanya. Debo terduduk di kursi dan meremas rambutnya.
“O.. Oz…Ozy….” Katanya berat. Semuanya mengerti maksud Debo. Seketika semuanya menangis. Tanpa mengetahui sebenarnya Ozy dalam perjalanan menuju villa. Mungkin sebentar lagi sampai… kalau ia masih diizinkan… hidup…
***

“Awas, Yo!!” teriak Cakka saat Rio hampir menerobos lampu merah. Jalanan memang tertutup hujan deras.
‘Cyyiiiit!!’ mobilnya berhasil berheni tepat waktu.
“Sori… gue nggak fokus.” Kata Rio.
“Cih, gue tau loe terpukul sama kepergian Ozy. Kehilangan sahabat itu emang menyakitkan. Tapi, itu lebih baik daripada punya sahabat yang…” Rio mengalihkan pandangannya dari jalanan ke wajah Cakka yang justru tidak melihatnya, “pengkhianat…”
‘Diiin!!!’ suara klakson dari mobil di belakang.
“Gue nggak mau ngomongin itu di sini, Cak. Sori…”
Cakka tersenyum miring, lalu kembali menatap jandela. Mata Cakka seketika terbelalak saat ia mendapati sesosok wanita misterius itu di trotoar. Wajahnya jauh lebih mengerikan ditambah tatapannya yang tajam menghunus Cakka. Pandangan Cakka berusaha mengikuti wanita itu, tapi sudah tidak memungkinkan karena mobil terus melaju. ‘Sial, dia…’
“Ada apa, Cak??” tanya Rio.
“Perempuan itu…”
“Maksud loe…” Rio melihat dari spion kirinya. Tapi tentu saja wanita itu sudah tiada. Ini adalah… tanda.
***

‘clap!’ lampu villa tiba-tiba mati. Mungkin karena hujan yang agaknya justru semakin deras.
“Kyaaa!!” teriak Ify yang seketika memeluk Debo. Agni dan Sivia masih tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Baru saja Agni diceritakan semuanya oleh Gabriel, dan sekarang ia hanya melamun.
“Biar gue cek!” kata Iel. Ia pun menuju ke sumber listrik di luar pintu.
“A, ati-ati…” kata Zevana yang sedang melihat-lihat foto kenangan sahabat-sahabatnya yang telah tiada. Iel tersenyum.
Tiba-tiba angin kencang meniup korden dan menerbangkan sebuah foto di meja.
“Apa itu, Ze?” tanya Ify.
“Mana?”
“Tadi ada yang jatuh.”
“Nggak keliatan.”
Debo mengambil hapenya dan menyorotkan lampu ke arah lantai.
“Cuma foto.” Kata Debo.
“Foto?” Pekik Sivia. “Mana fotonya?!” Sivia baru saja seperti menyadari kelupaannya. Sambil diterangi lampu hape Debo, Sivia melihat foto itu. foto Ozy.
“Nggak ada tanda kematian karena pesawat.” Kata Ify pelan.
“Benar.” Kata Agni, “ini bukan tanda kematian Ozy.”
“Maksud loe?” tanya Sivia.
“Ozy nggak meninggal dalam kecelakaan pesawat itu.” Agni tersenyum, “Iya. Dia… dia masih hidup…”
“Benarkah?” kata Ify. Kemudian ia dan Zevana saling berpelukan.
“Se. semoga itu benar…” kata Sivia. Agni saling berpandangan dengan Sivia. Agni menelan ludahnya.
“Percuma. Listriknya korslet. Bahaya kalo gue yang betulin.” Kata Gabriel seusai memeriksa listrik. “Kayanya kita terpaksa harus tanpa listrik malam ini.”
“Listrik?” kata Sivia dan Agni hampir bersamaan.
“Kenapa?” tanya Gabriel. Sivia dan Agni saling pandang. Lalu mencoba menerka maksud foto itu lagi.
***

Ozy sampai di depan villa. Tidak ada mobil mendiang Obiet di sana. Mungkin Cakka dan Rio memakai mobil itu untuk mencari dirinya. Ozy tersenyum kecil. ‘Kenapa gelap?’ Batinnya. ‘Akh, terang aja listriknya rusak begini.’ Ozy melihat ke arah sumber listrik itu, ‘apa Gabriel nggak bisa benerin? Dia kan ahli beginian.’ Tangan Ozy meraih sebuah kabel yang sedikit terbuka kulitnya… dan…
“Aaaarrggghhhh!!!!!” jerit Ozy.
***

“Apa itu?!” teriak Debo yang ada di dalam.
“Shit! Jangan-jangan!” Gabriel menuju ke luar.
“O, Ozy…” Agni menggeleng pelan, Sivia menyusul Ify dan Zevana yang berlari keluar.
“Arkh!” teriak Gabriel menonjok tembok.
“Ozy!!” Debo menghampiri tubuh Ozy yang hangus tersengat listrik dan kaku terbujur di lantai.
“Ya Tuhaaan!!!” teriak Ify yang saling berpelukan dengan Zevana. Sebuah mobil mendekat ke villa.
“Ozy!” teriak Cakka dan Rio yang segera keluar dari mobil.
Sivia menjatuhkan foto yang sedari tadi digenggamnya. Foto Ozy yang wajahnya terkena kilatan cahaya. Seperti… sengatan listrik. Ya, tanda kematiannya…
Tiba-tiba listrik menyala. Dan TV di ruang tamu menyala.
‘Pemirsa, baru saja dikabarkan pesawat Boeing-ic123 meledak di udara setelah 20 menit keberangkatannya dari Bandara Lombok. Kecelakaan terjadi di bagian barat selat Lombok dan menewaskan lebih dari setengah  jumlah penumpang. Informasi masih akan terus berubah seiring penyelidikan.’ Itu suara penyiar berita yang mengabarkan kecelakaan pesawat. Kecelakaan yang seharusnya merenggut Ozy seperti dalam penglihatan Sivia.
***

‘Satu korban lagi… dan tinggal delapan… hahahaha!!!’ tawa wanita itu kembali terdengar.

BERSAMBUNG>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

OMG, tinggal 8...brrr...siapa korban selanjutnya..? nantikan part berikutnya

Final Destination (the secret of photo) *part 7* #2

hai hai.... ad(1-9)min bawa cerbung gaje ini lagi.... dibaca yaaa


======================

Final Destination
(the secret of photo)
*part 7*


Sudah hampir seminggu mereka terjebak dalam rantai maut itu. tapi mereka juga masih kuat untuk bertahan. Sivia. Tak sekuat luarnya, ternyata Sivia adalah yang paling pesimis sama keadaannya dan teman-teman. Entah mengapa Sivia yakin kalo semua diantara mereka itu akan terenggut satu persatu. Sivia nggak ingin yakin dengan dugaan itu, tapi itu kenyataan.
“Vi…” panggil seseorang. Rio. Dia menghampiri Sivia yang duduk di kursi putih dekat kolam renang.
“Hey, Yo? Kenapa?” kata Via berusaha baik-baik saja di hadapan Rio. Memang ia selalu kaya gini.
“Pagi-pagi udah bangun? Mau ngapain di sini?”
“Huh…” Via menghela nafas, dan mengaturnya, “aku cuma merenung aja.”
“Tentang?”
“Tentang nasib kita ke depannya, Yo.”
“Mm?” Rio mengernyitkan kenang.
“Aku kira aku sama kamu bakal selamanya. Begitu juga sama yang laen, tapi ternyata kita semua akan mati di sini…”
“Hush! Kamu ngomong apa sih, Vi?” Rio mulai menatap mata Via tajam, Via segera mengalihkan pandangannya, lalu menunduk.
“A, aku ngomong kenyataan Rio. Kenyataan tentang kita bersembilan. Kenyataan tentang kita berdua juga…”
“Vi, ini bukan akhir dari segalanya. Mana Sivia aku yang kuat dan tegar?”
“Nggak ada!” Via menangis, “nggak ada Sivia yang kuat Yo, nggak ada Sivia yang tegar. Selama ini yang ada hanyalah Sivia yang berusaha tegar, Yo. Cuma ‘Berusaha’. Sivia yang sebenernya adalah Sivia yang rapuh, Yo…” Sivia menangis sejadi-jadinya di pelukan Rio.
“Mulai sekarang kamu nggak perlu berusaha keliatan tegar dan kuat, Vi. Kalo kamu emang nggak kuat, pake aku.”
“Maksud kamu?”
“Pake Mario Stevano sabagai penguat kamu, Vi. Kalo kamu capek, pake pundak aku sebagai sandaranmu.”
Sivia sedikit tersenyum, “makasih, Yo…” Rio tersenyum lembut.
“Kalo bisa… aku akan bawa kamu kabur dari sini, Vi…”
“Aku juga mau gitu, Yo…”
“Kyaaa!!!!” teriak seseorang dari dalam villa.
“Siapa itu, Vi?” tanya Rio panik.
“Ag, Agni…!”
***

“Ada apa ini?!” tanya Rio yang kaget begitu memasuki kamar Agni. di dalem kamar itu sudah ada Agni dan Cakka, juga Zevana, Iel, Ozy, Debo dan Ify.
“Hiks, Cakka aku takut Cak. Takut…” lirih Agni dalam dekapan Cakka.
“Tenang Ag. Atur nafas kamu. Dan certain apa yang sebenernya terjadi ke aku.” Kata Cakka berusaha menenangkan.
“Ag, ada apa?” Sivia berusaha mendekati Agni.
“Vi, ini gawat Vi…” ucap Agni terbata.
“Gawat apanya?!”
“Ra, rantai maut itu…”
“Lelucon apa lagi ini?!” ucap Ozy tiba-tiba, lalu meninggalkan kamar Agni.
“Nggak bisa…” Agni semakin membenamkan wajahnya di dekapan Cakka. Cakka hanya bisa geleng-geleng kepala sambil melihat ke arah Rio.
“Ag, sebenernya ada apa?” tanya Sivia lagi.
“Ehm, kalo boleh gue nyela bentar…” kata Debo. “bukannya gimana-gimana, tapi ngebiarin Agni terus-terusan begini juga nggak baik loh.”
“Maksud loe?” tanya Cakka.
“Ini udah keberapa kalinya Agni histeris kaya orang gila coba? Agni selalu aja kaya gini setiap dia udah ngungkit-ngungkit masalah rantai maut itu.”
“Terus mau loe gue suruh apa?” tanya Cakka.
“Ya elo lakuin yang kira-kira bisa nenangin pikiran Agni lah. Dia bisa depresi kalo begini terus.”
Cakka berpikir sejenak, yang diomongin Debo nggak salah. “Apa yang bisa aku lakuin buat kamu, Ag?” tanya Cakka pelan. Agni nggak jawab, wajah Agni kosong.
“Yo?” tanya Cakka pada Rio. Rio menggelengkan kepala.
“gimana kalo kita kabur aja dari tempat ini?” kata Zevana tiba-tiba.
“Iya. Semaleman gue sama Zeze udah mikirin itu baik-baik.” Sambung Iel, “Nggak ada yang bisa kita lakuin kan? Jadi mending kita kabur aja. Kita balik ke Jakarta…”
“Heh! Itu ide buruk!” timpal Cakka.
“Kenapa Cak? Toh, itu adalah cara terbaik buat ngerubah keadaan. Tempat ini terkutuk, Cak!” tambah Debo.
“Tapi…” Cakka melihat ke arah Agni, Sivia dan Rio bergantian. “gimana Yo? Loe nggak setuju sama ide mereka, kan?” tanya Cakka akhirnya.
Rio terdiam, “sori, Cak…” dalam hatinya ia juga setuju dengan rencana kaburnya si Iel. Tapi…
“Cak, gue…” Sivia mencoba menjelaskan…
“Shit! Jadi loe sama Sivia juga berniat kabur gitu?!” marah Cakka yang masih mendekap Agni.
“Bukan gitu, Cak…”
“Rio nggak salah, Cak. Kita emang harus pergi…” kata Ify yang sedari tadi diam, “jujur, gue juga punya niat untuk kabur sama Debo…”
“Apa-apaan kalian? Agni kan udah bilang, kita nggak bisa pergi…”
“Tapi, cuma itu yang bisa kita lakuin, Cak…” Rio angkat bicara.
“Iya, Cak. Kita harus pergi…” Debo menggandeng tangan Ify.
“NGGAK!!” teriak Agni tiba-tiba, membuat semuanya hening. Ozy kembali ke kamar itu, karena tampaknya ada yang asyik ditonton.
“Kenapa, Ag?” tanya Zevana.
“Kalian mau tau kenapa gue bisa bangun teriak-teriak tadi?!” Agni sedikit marah, “Karena wanita itu dateng ke mimpi gue! dia bilang kita nggak akan bisa lolos dari tempat ini. kita terjebak. Dan kalo ada salah satu diantara kita yang kabur…” semua mata tertuju ke arah Agni, “kita semua akan mati… dalam waktu yang bersamaan…”
Delapan orang yang ada di kamar itu tercengang.
“Eng, nggak mungkin…” Sivia berjalan mundur tak percaya, tatapannya pesimis...
“Vi…” Rio mengahmpiri, tapi tiba-tiba Sivia merosot ke pelukan Rio. Sivia pingsan. Dan Rio membawanya ke kamar Ify dan Zevana.
“Loe semua udah denger?!” teriak Cakka. Semua terdiam, pasalnya semua yang diucapkan Agni selalu benar, hal itu membuat mereka percaya dengan yang dikatakan Agni. kecuali seseorang…
“Nggak mungkin!” kata Ozy, “gue rasa itu mustahil, emang kenapa kalo kita kabur? Cih, itu mah cuma lelucon Agni doang! Loe semua lupa cewek ini yang bunuh Acha pacar gue!”
“Jaga mulut loe!” Cakka berdiri dan menunjuk ke muka Ozy. Ozy hanya angkat tangan.
“Ups, pacarnya pembunuh marah. Gue cabut…” Ozy berjalan meninggalkan kamar itu, lalu menengok sekali lagi, “gue lupa, siang ini gue berangkat ke… Jakarta.”
“Nggak!” teriak Agni.
“Daaa…” Ozy tersenyum masam lalu ke kamarnya.
“NGGAK!!” teriak Agni lagi…
***

“Kalo loe pergi, kita semua akan mati!” kata Iel sekali lagi mencegah Ozy untuk pulang.
“Apa peduli gue?! emangnya gue percaya apa?” jawab Ozy santai lalu mengenakan jaketnya.
‘gludug gludug…’ suara petir mulai terdengar, agaknya hampir hujan.
“Bentar lagi hujan, Zy…” kata Ify.
“So?”
“Plis Zy… jangan pergi..” kata Zevana.
“Nggak gue muak sama kalian! Seandainya kita mati bareng, gue masih beruntung nggak mati di tempat yang sama kaya kalian!”
“Zy!” Cakka mau maju lagi, tapi dicegah Debo.
“Sabar, cak…” Debo menenangkan.
“Daa.. semua sampe ketemu di alam baka!”
Ozy benar-benar pergi ke bandara dengan mobil mendiang Obiet.
“Nekat.” Gumam Debo. Iel menghempaskan tubuhnya ke sofa sambil meremas rambutnya. Ify dan Zevana cuma saling berpelukan. Agni tidur karena obat penenang. Sivia dan Rio hanya duduk di sofa.
“Yo, susul Ozy sekarang.” Pinta Sivia pelan. Rio mengangguk.
“Cak!” panggil Rio mengajak Cakka menyusul Ozy. Sivia memegang tangan Rio.
“Hati-hati…” katanya dibalas anggukan dan senyuman Rio.
‘Zraaasshhhh’ hujan mulai turun dengan lebatnya. Dingin juga semakin terasa.
Ozy berjalan menuju pesawat yang akan mengantarkannya pulang ke Jakarta. Ia tersenyum sesaat mengamati pesawat itu. akhirnya gue bakal ninggalin Lombok, ninggalin tempat terkutuk itu. ninggalin temen-temen gue yang brengsek semua itu. haha… good bye all.
Ozy di dalam pesawat sekarang. Duduk di bangkunya. Dan pesawat mulai take off. Tak sampai 10 menit setelah keberangkatannya, pesawat itu sedikit bergetar. Lalu suara alarm tanda bahaya mulai terdengar.
“Penumpang semua harap mengenakan alat oksigen yang ada di atas bangku anda sekarang. Pesawat dalam keadaan siaga satu. Sekali lagi pesawat dalam keadaan siaga satu. Berbahaya..” kata seorang pramugari.
‘Sial, apa-apaan ini?!’ Ozy panik lalu mengenakan alat oksigennya.
“Ya Tuhan… selamatkan kami…” teriak seorang penumpang.
“Kita semua akan mati….” Kata penumpang lain. Pesawat itu makin berguncang hebat, ada kobaran api di luar peasawat, di sayap kirinya. Lalu suara ledakan kecil mulai terdengar. Semua orang makin panik, beberapa diantara mereka hanya diam, mungkin berdoa…
‘Shit!’ umpat Ozy saat bagian belakang bangkunya mulai terbakar. Dan…
‘BLAAAARRRRR !!!!!!’


*bersambung*
===========================

penasaran kah?? mau lanjut?? like min 50 yaa.... hehe

Final Destination (the secret of photo) *part 7* #1

hai hai.... ad(1-9)min bawa cerbung gaje ini lagi.... dibaca yaaa


======================

Final Destination
(the secret of photo)
*part 7*


Sudah hampir seminggu mereka terjebak dalam rantai maut itu. tapi mereka juga masih kuat untuk bertahan. Sivia. Tak sekuat luarnya, ternyata Sivia adalah yang paling pesimis sama keadaannya dan teman-teman. Entah mengapa Sivia yakin kalo semua diantara mereka itu akan terenggut satu persatu. Sivia nggak ingin yakin dengan dugaan itu, tapi itu kenyataan.
“Vi…” panggil seseorang. Rio. Dia menghampiri Sivia yang duduk di kursi putih dekat kolam renang.
“Hey, Yo? Kenapa?” kata Via berusaha baik-baik saja di hadapan Rio. Memang ia selalu kaya gini.
“Pagi-pagi udah bangun? Mau ngapain di sini?”
“Huh…” Via menghela nafas, dan mengaturnya, “aku cuma merenung aja.”
“Tentang?”
“Tentang nasib kita ke depannya, Yo.”
“Mm?” Rio mengernyitkan kenang.
“Aku kira aku sama kamu bakal selamanya. Begitu juga sama yang laen, tapi ternyata kita semua akan mati di sini…”
“Hush! Kamu ngomong apa sih, Vi?” Rio mulai menatap mata Via tajam, Via segera mengalihkan pandangannya, lalu menunduk.
“A, aku ngomong kenyataan Rio. Kenyataan tentang kita bersembilan. Kenyataan tentang kita berdua juga…”
“Vi, ini bukan akhir dari segalanya. Mana Sivia aku yang kuat dan tegar?”
“Nggak ada!” Via menangis, “nggak ada Sivia yang kuat Yo, nggak ada Sivia yang tegar. Selama ini yang ada hanyalah Sivia yang berusaha tegar, Yo. Cuma ‘Berusaha’. Sivia yang sebenernya adalah Sivia yang rapuh, Yo…” Sivia menangis sejadi-jadinya di pelukan Rio.
“Mulai sekarang kamu nggak perlu berusaha keliatan tegar dan kuat, Vi. Kalo kamu emang nggak kuat, pake aku.”
“Maksud kamu?”
“Pake Mario Stevano sabagai penguat kamu, Vi. Kalo kamu capek, pake pundak aku sebagai sandaranmu.”
Sivia sedikit tersenyum, “makasih, Yo…” Rio tersenyum lembut.
“Kalo bisa… aku akan bawa kamu kabur dari sini, Vi…”
“Aku juga mau gitu, Yo…”
“Kyaaa!!!!” teriak seseorang dari dalam villa.
“Siapa itu, Vi?” tanya Rio panik.
“Ag, Agni…!”
***

“Ada apa ini?!” tanya Rio yang kaget begitu memasuki kamar Agni. di dalem kamar itu sudah ada Agni dan Cakka, juga Zevana, Iel, Ozy, Debo dan Ify.
“Hiks, Cakka aku takut Cak. Takut…” lirih Agni dalam dekapan Cakka.
“Tenang Ag. Atur nafas kamu. Dan certain apa yang sebenernya terjadi ke aku.” Kata Cakka berusaha menenangkan.
“Ag, ada apa?” Sivia berusaha mendekati Agni.
“Vi, ini gawat Vi…” ucap Agni terbata.
“Gawat apanya?!”
“Ra, rantai maut itu…”
“Lelucon apa lagi ini?!” ucap Ozy tiba-tiba, lalu meninggalkan kamar Agni.
“Nggak bisa…” Agni semakin membenamkan wajahnya di dekapan Cakka. Cakka hanya bisa geleng-geleng kepala sambil melihat ke arah Rio.
“Ag, sebenernya ada apa?” tanya Sivia lagi.
“Ehm, kalo boleh gue nyela bentar…” kata Debo. “bukannya gimana-gimana, tapi ngebiarin Agni terus-terusan begini juga nggak baik loh.”
“Maksud loe?” tanya Cakka.
“Ini udah keberapa kalinya Agni histeris kaya orang gila coba? Agni selalu aja kaya gini setiap dia udah ngungkit-ngungkit masalah rantai maut itu.”
“Terus mau loe gue suruh apa?” tanya Cakka.
“Ya elo lakuin yang kira-kira bisa nenangin pikiran Agni lah. Dia bisa depresi kalo begini terus.”
Cakka berpikir sejenak, yang diomongin Debo nggak salah. “Apa yang bisa aku lakuin buat kamu, Ag?” tanya Cakka pelan. Agni nggak jawab, wajah Agni kosong.
“Yo?” tanya Cakka pada Rio. Rio menggelengkan kepala.
“gimana kalo kita kabur aja dari tempat ini?” kata Zevana tiba-tiba.
“Iya. Semaleman gue sama Zeze udah mikirin itu baik-baik.” Sambung Iel, “Nggak ada yang bisa kita lakuin kan? Jadi mending kita kabur aja. Kita balik ke Jakarta…”
“Heh! Itu ide buruk!” timpal Cakka.
“Kenapa Cak? Toh, itu adalah cara terbaik buat ngerubah keadaan. Tempat ini terkutuk, Cak!” tambah Debo.
“Tapi…” Cakka melihat ke arah Agni, Sivia dan Rio bergantian. “gimana Yo? Loe nggak setuju sama ide mereka, kan?” tanya Cakka akhirnya.
Rio terdiam, “sori, Cak…” dalam hatinya ia juga setuju dengan rencana kaburnya si Iel. Tapi…
“Cak, gue…” Sivia mencoba menjelaskan…
“Shit! Jadi loe sama Sivia juga berniat kabur gitu?!” marah Cakka yang masih mendekap Agni.
“Bukan gitu, Cak…”
“Rio nggak salah, Cak. Kita emang harus pergi…” kata Ify yang sedari tadi diam, “jujur, gue juga punya niat untuk kabur sama Debo…”
“Apa-apaan kalian? Agni kan udah bilang, kita nggak bisa pergi…”
“Tapi, cuma itu yang bisa kita lakuin, Cak…” Rio angkat bicara.
“Iya, Cak. Kita harus pergi…” Debo menggandeng tangan Ify.
“NGGAK!!” teriak Agni tiba-tiba, membuat semuanya hening. Ozy kembali ke kamar itu, karena tampaknya ada yang asyik ditonton.
“Kenapa, Ag?” tanya Zevana.
“Kalian mau tau kenapa gue bisa bangun teriak-teriak tadi?!” Agni sedikit marah, “Karena wanita itu dateng ke mimpi gue! dia bilang kita nggak akan bisa lolos dari tempat ini. kita terjebak. Dan kalo ada salah satu diantara kita yang kabur…” semua mata tertuju ke arah Agni, “kita semua akan mati… dalam waktu yang bersamaan…”
Delapan orang yang ada di kamar itu tercengang.
“Eng, nggak mungkin…” Sivia berjalan mundur tak percaya, tatapannya pesimis...
“Vi…” Rio mengahmpiri, tapi tiba-tiba Sivia merosot ke pelukan Rio. Sivia pingsan. Dan Rio membawanya ke kamar Ify dan Zevana.
“Loe semua udah denger?!” teriak Cakka. Semua terdiam, pasalnya semua yang diucapkan Agni selalu benar, hal itu membuat mereka percaya dengan yang dikatakan Agni. kecuali seseorang…
“Nggak mungkin!” kata Ozy, “gue rasa itu mustahil, emang kenapa kalo kita kabur? Cih, itu mah cuma lelucon Agni doang! Loe semua lupa cewek ini yang bunuh Acha pacar gue!”
“Jaga mulut loe!” Cakka berdiri dan menunjuk ke muka Ozy. Ozy hanya angkat tangan.
“Ups, pacarnya pembunuh marah. Gue cabut…” Ozy berjalan meninggalkan kamar itu, lalu menengok sekali lagi, “gue lupa, siang ini gue berangkat ke… Jakarta.”
“Nggak!” teriak Agni.
“Daaa…” Ozy tersenyum masam lalu ke kamarnya.
“NGGAK!!” teriak Agni lagi…
***

“Kalo loe pergi, kita semua akan mati!” kata Iel sekali lagi mencegah Ozy untuk pulang.
“Apa peduli gue?! emangnya gue percaya apa?” jawab Ozy santai lalu mengenakan jaketnya.
‘gludug gludug…’ suara petir mulai terdengar, agaknya hampir hujan.
“Bentar lagi hujan, Zy…” kata Ify.
“So?”
“Plis Zy… jangan pergi..” kata Zevana.
“Nggak gue muak sama kalian! Seandainya kita mati bareng, gue masih beruntung nggak mati di tempat yang sama kaya kalian!”
“Zy!” Cakka mau maju lagi, tapi dicegah Debo.
“Sabar, cak…” Debo menenangkan.
“Daa.. semua sampe ketemu di alam baka!”
Ozy benar-benar pergi ke bandara dengan mobil mendiang Obiet.
“Nekat.” Gumam Debo. Iel menghempaskan tubuhnya ke sofa sambil meremas rambutnya. Ify dan Zevana cuma saling berpelukan. Agni tidur karena obat penenang. Sivia dan Rio hanya duduk di sofa.
“Yo, susul Ozy sekarang.” Pinta Sivia pelan. Rio mengangguk.
“Cak!” panggil Rio mengajak Cakka menyusul Ozy. Sivia memegang tangan Rio.
“Hati-hati…” katanya dibalas anggukan dan senyuman Rio.
‘Zraaasshhhh’ hujan mulai turun dengan lebatnya. Dingin juga semakin terasa.
Ozy berjalan menuju pesawat yang akan mengantarkannya pulang ke Jakarta. Ia tersenyum sesaat mengamati pesawat itu. akhirnya gue bakal ninggalin Lombok, ninggalin tempat terkutuk itu. ninggalin temen-temen gue yang brengsek semua itu. haha… good bye all.
Ozy di dalam pesawat sekarang. Duduk di bangkunya. Dan pesawat mulai take off. Tak sampai 10 menit setelah keberangkatannya, pesawat itu sedikit bergetar. Lalu suara alarm tanda bahaya mulai terdengar.
“Penumpang semua harap mengenakan alat oksigen yang ada di atas bangku anda sekarang. Pesawat dalam keadaan siaga satu. Sekali lagi pesawat dalam keadaan siaga satu. Berbahaya..” kata seorang pramugari.
‘Sial, apa-apaan ini?!’ Ozy panik lalu mengenakan alat oksigennya.
“Ya Tuhan… selamatkan kami…” teriak seorang penumpang.
“Kita semua akan mati….” Kata penumpang lain. Pesawat itu makin berguncang hebat, ada kobaran api di luar peasawat, di sayap kirinya. Lalu suara ledakan kecil mulai terdengar. Semua orang makin panik, beberapa diantara mereka hanya diam, mungkin berdoa…
‘Shit!’ umpat Ozy saat bagian belakang bangkunya mulai terbakar. Dan…
‘BLAAAARRRRR !!!!!!’


*bersambung*
===========================

penasaran kah?? mau lanjut?? like min 50 yaa.... hehe

Final Destination (the secret of photo) *part 6*

Final Destination
(the secret of photo)
*part 6*

“Kita harus nemuin dia!”
Mereka bargegas mencari Obiet.
“Mana Obiet?” tanya Cakka yang nggak berhasil nemuin Obiet dimanapun.
“Gue juga nggak nemuin, Cak.” Jawab Rio.
“Ada apa, sih?” tanya Ify yang baru bangun, disusul oleh Zevana, Debo dan Iel.
“Ada yang liat Obiet nggak?”
“Obiet? Gue nggak liat.”
“Obiet pergi baru aja.” Sambung Ozy yang entah sejak kapan ada di belakang Debo.
“Kemana?!” Agni mulai panik.
“Gue nggak tau, tapi tadi pagi gue denger ada seseorang yang nyalain mobil. Dan mungkin itu Obiet.”
“Nggak boleh! Itu nggak boleh terjadi…” Sivia mundur sambil panik, sekali lagi Rio menenangkannya.
“Siv, fotonya!” Agni menyuruh Sivia melihat ke foto Obiet. Nggak ada yang spesial dari foto itu, cuma foto Obiet yang dirangkul oleh Ozy.
“apa maksudnya ini Ag!?” kata Sivia bertanya sambil memberi foto Obiet ke Agni
“gue juga nggak tau Siv! Loe Cak tau nggak?” kata Agni kepada Cakka
“gue juga nggak tau Ag! Gimana kalo kita bagi tugas!” saran Cakka
“boleh, gimana tu Cak ?” tanya Rio
“gue sama Rio cari Obiet, Agni ma Sivia cari tau apa maksud foto itu, kalo yang laen terserah mau ngapain. Ikut gue sama Rio atau ma Agni, Sivia juga boleh” terang Cakka
“gue ikut loe Cak” kata Iel
“ok, gue juga ikut” kata Ozy
“lebih baik gue tinggal di villa, jagain mereka.” kata Debo
“Bener, Deb. Jagain cewek-cewek yang di villa.” Tambah Iel.
“ok, Iel sama Ozy ikut gue sama Rio cari Obiet” jawab Cakka
“beibh gue tinggal dulu eah!” pamit Iel ke Zeva
“iya beibh” jawab Zevana mencium tangan Iel
“ati2 ea” kata Iel lalu mengecup dahi Zevana
“gue pergi dulu ea Ag” kata Cakka lalu mengecup pipi Agni
“gue juga ea Siv” kata Rio tak bda jauh dia juga mengecup pipi Sivia
“udh dech nggak ush mesra-mesraan segala. Ayo berangkat” kata Ozy yang mulai bete.
Cakka, Rio, Iel dan Ozy mencari Obiet. Sedangkan Agni dan Sivia dan cwek2 yang laen sibuk mencari tau apa maksud dari foto itu, ditemani Debo.
“aduhhhhh….gue nggak ngerti dech apa maksud kalian. Perasaan foto.nya biasa aja, nggak ada yang aneh” kata Ify yang mulai capek mencari.
“pokok.nya d teliti aja maksud.nya!” jawab Agni
“gimana Zev udh nemuin blm ?” tanya Sivia ke Zevana
“blm nich gue nggak ngerti” jawab Zeva
“Pokok.nya d cari aja ea. Nanti kalo ada yang janggal d foto itu kasih tau kita” terang Sivia
“iya Siv” jawab Zeva
@D dalam mobil
Rio konsentrasi menyetir, sedangkan Cakka hanya memikirkan dimana kira-kira Obiet berada
“guys kira-kira Obiet pergi kemana ? kita udh keliling dari tadi tanpa tujuan” tanya Rio yang sudah capek menyetir tanpa tujuan
“gue juga nggak tau dimana Obiet” jawab Iel
“Cak ? Obiet kemana ?” tanya Rio ke Cakka yang sedari tadi diam memikirkan sesuatu
“kalo menerut gue Obiet kan hbs kehilangan Oik mungkin aja Obiet d makam Oik” usul Cakka
“ok, kita ke makam Oik” kata Iel
Rio malajukan mobil.nya ke makam Oik. Saat perjalanan ke makam Oik
‘CIIITTTTT….!!!!’
Rio hampir saja menabrak seorang wanita berjubah hitam itu. Wanita itu hanya menatap mereka dengan tatapan yang menyeramkan
“Yo, ati-ati donk! Loe mau bunuh kita apa ?” omel Ozy
“sory, gue tadi meleng” jawab Rio
Rio kembali melajukan mobil.nya
“tunggu dech Yo!” kata Cakka tiba-tiba
Rio ngerem mendadak lagi
“apaan Cak ?” tanya Rio bingung
“wanita berjubah hitam Yo” kata Cakka
“maksud loe Cak ?” tanya Iel bingung
“maksud gue wanita itu yang setiap hari menghantui Agni sama Sivia” terang Cakka
“jadi wanita itu yang d maksud Sivia membawa benda tajam?” tanya Rio
“iya Yo. Itu yang bikin kita berada d rantai maut ini” kata Cakka
“jadi maksud kalian wanita itu penyebab.nya ?” tanya Iel
“ea” jawab Cakka
“kita harus kejar dia” kata Iel.
Saat mereka berempat turun dari mobil wanita itu sudah tidak ada dan jalanan menjadi sepi sekali.
“kemana wanita itu ?” tanya Iel
“dy udh nggak ada, dia udah menghilang” kata Cakka
“jangan-jangan….” Ungkap Rio terpotong
“Obiet….” Kata mereka bersama kecuali Ozy
“Obiet dalam bahaya” kata Cakka
“kita harus cepet-cepet cari Obiet” sambung Rio
“kalian apa-apaan sich ? masak cuma krna wanita itu Acha sama Oik meninggal? dan kita berada d rantai maut? Gitu ?” sepele Ozy
“iya Zy” jawab Cakka
“kalian banyak ngayal ea! Lama-lama kalian bisa gila” kata Ozy
“terserah loe Zy kalo loe nggak percaya sama kita” jawab Rio
“udh! ayo kita lanjutin cari Obiet” kata Iel
Mereka berempat kembali ke dalam mobil. Dari jauh ada yang memperhatikan mereka dengan senyum sinis.nya
kalian nggak akan selamat dari rantai maut ini! Hahahhaha….” Tawa wanita itu.
@Villa
“Ag sini dech!” panggil Sivia
“apa Siv ?” jawab Agni
“kok foto Obiet kyk d cekek Ozy gtu ea ?” kata Sivia menunjukkan sebuah foto yang gambarnya Ozy merangkul leher Obiet dengan sikunya seperti mencekik.
“mana liat?” Agni menamati foto Ozy dan Obiet
“Jangan bilang tanda kematian Obiet ada hubungannya sama pencekikan?” kata Debo yang sedari tadi mnggenggam erat tangan Ify.
“gue juga nggak tau, Deb.” kata Sivia
“oke gue telpon Cakka dulu. Mereka udh nemuin Obiet apa blm” kata Agni.
Agni segera mengambil HP.nya lalu menelpon Cakka
hallo” Jawab Cakka dari seberang.
hallo Cak loe udh nemuin Obiet belum ?
belum Ag. Nie kita baru menuju makam Oik! Sapa tau Obiet ada d sana
ok, nanti kalo udh nemuin Obiet hubungin kita ea Cak
pasti Ag. Oya Ag tadi gue liad wanita berjubah hitam itu
hah ? dimana ?
jadi gini. Tadi si Rio mau nabrak dy, dia liad kita dengan tatapan menyeramkan Ag
terus ?
dy ngilang Ag
Ok, pokok.nya loe harus cpt-lama nyari Obiet. Ini bahaya Cak
ok, udh dulu Ag. Nanti kalo gue udh ketemu Obiet gue hubungin loe. Oke !
“iya Cak. Ati-ati ea”
“iya Ag
‘nutnutnut….’ Agni mematikan telpon.nya
“gimana Ag ?” tanya Sivia
“Obiet blm ketemu. Dan kata.nya Cakka mereka liad wanita berjubah hitam itu Siv” kata Agni
“apa ???” tanya Sivia
“iya jdi gini. Tadi Rio hampir nabrak wanita itu Siv dan wanita itu menatap mereka dengan tatapan tajam”
“terus ???”
“terus dia menghilang Siv” jawab Agni
“tunggu-tunggu maksud kalian wanita berjubah itu apa ? dan siapa dia ?” tanya Zeva
“dy itu penyebab kita nggak bisa pulang dan itu penyebab kita berada d rantai maut ini” jelas Agni
“gue nggak ngerti sama semua ini!” Ify berlari ke kamar zevana
Beralih ke rio and friend
Akhirnya mereka sampai ke pemakaman oik dan di situ terdapat obiet yang sedang menangis melihat makam Oik
“biet…”kata cakka lirih sambil menepuk bahu Obiet.
“apa?” kata obiet sambil melihat cakka,obiet tampak depresi dan terlihat menakutkan.
“yuk kita pulang” ajak rio
“nggak.”
“Biet, anak-anak khawatirin loe. Kita semua nggak mau terjadi apa-apa sama loe, Biet” kata Cakka menenangkan.
“Gue nggak apa-apa, gue cuma lagi kangen sama oik, lebih baik kalian pulang. Gue mau nemenin Oik gue di sini.”
Cakka melirik ke Rio dan yang lain, lalu Rio angkat bicara, “Biet, gue tau ini berat banget bagi loe. Tapi kalo loe terus-terusan kaya gini, loe justru bikin Oik nggak bahagia di alamnya, Biet. Loe nggak mau Oik sedih, kan?”
Obiet menggeleng pelan.
“Ikut kita balik, Biet….” Ajak Iel. Akhirnya Obiet menurut.

Sementara itu di villa,
“Ag, gimana kalo ternyata foto ini bukan tanda kematian Obiet?” kata Sivia.
“Maksud loe?”
“Kenapa kita bisa dengan cepet bilang ini tanda kematian Obiet, padahal di foto ini ada dua orang, kan?”
“Be, bener kata loe Siv. Ada Obiet dan Ozy. Jangan-jangan ini bukannya tanda kematian Obiet, tapi…”
“Ozy??” Zevana dan Ify berkata bersamaan.
‘trrtt trrt trrt’ hape Agni getar, ada telpon dari Cakka.
“Iya, Cak?”
“Kita berhasil nemuin Obiet di pemakaman Oik, sekarang kita dalam perjalanan ke villa.”
“tunggu, Cak. Ozy lagi ngapain?” sergah Agni sedikit panik.
“Ozy? Ozy ada di samping Obiet. Emang kenapa?”
Agni melihat ke arah Sivia, Sivia mengisyaratkan Agni agar menghidupkan loudspeaker di hape Agni agar ia dan yang lain bisa mendengar penjelasan Cakka. ‘pip’ loudspeaker aktif.
“Emang kenapa, Ag?” tanya Cakka sekali lagi.
“Tolong tunjukin posisi kalian di mobil sekarang!”
“Bu, buat apa?” Cakka makin bingung.
“Udah, jelasin aja…”
“Ada apa sih, Cak?” tanya Rio yang duduk di belakang kemudi.
“Perasaan gue nggak enak…” sambung Iel.
“Cak, loudspeaker hapenya, aku mau yang laen denger omongan aku!”
“O, ok… Udah.”
“Sekarang jelasin!”
“Ok, posisi kita sekarang…Rio ada di kursi setir, Iel di samping Rio, gue ada di deket pintu kiri, sebelah gue Obiet, ya Obiet di tengah, dan sebelah Obiet, Ozy…”
Agni melirik ke arah Sivia, kemudian hape itu diserahkan ke Sivia.
“Cak, ini gue Sivia. Mulai sekarang jagain dua orang!”
“Du, dua orang??”
“Iya, bukan cuma Obiet yang harus kalian awasin tapi juga… Ozy…”
“Ozy??”
“What!! Apa maksud kalian?!” pekik Ozy yang mendengar pembicaraan itu.
“Ini serius, Zy. Dalam foto ini juga ada elo!” terang Sivia pada Ozy.
“Apa yang terjadi, Cak?” Iel dan Rio jadi makin panik.
“Rio, konsen ke jalanan!” suruh Sivia.
“Berhenti!!” teriak Ozy yang sontak bikin Rio ngerem mendadak.
‘cyyiiit’
“Apa-apaan loe, Zy!!” omel Rio. Kemudian, tanpa menjawab pertanyaan Rio, Ozy keluar dari mobil.
“Cak…” kata Sivia lirih dari telfonnya
“kenapa, Siv?”
“O..zy…”
Seketika mereka berempat yang ada di dalam mobil menengok ke arah Ozy yang berjalan keluar, Iel keluar dari mobil dan bermaksud menyusul Ozy. ternyata Ozy berlari ke arah jalan tol, dan dari arah kanannya sebuah truk menuju ke arah Ozy,
“O, my God…” desis pelan Rio.
‘Diiinnndd!!!!’ truk itu membunyikan klaksonnya.
“Ozy, awas!!!!” teriak Obiet menjulurkan kepalanya dari jendela mobil sebelah kanan. Ozy lolos dari kecelakaan itu, tapi….
‘jrasshh’
Sebuah tronton dari arah kanan mobil Rio hampir menyerempet mobil itu. Bukan. bukan menyerempet mobil Rio, melainkan kepala…
“O, Obiet….”
“Shit!!” umpat Cakka yang memangku tubuh obiet tanpa… kepala. Seisi mobil itu nggak berkutik, mereka shock dengan apa yang terjadi barusan. Ozy masih mematung di luar mobil mengamati darah yang berserakan di jalan dan tentu saja… kepala Obiet.
“Halo, halo?? Cakka! Apa yang terjadi Cak?!!” suara Sivia dan Agni dari telpon. Rio mengambil alih hape yang ada di bawah.
“Obiet, Siv….” Rio menelan ludah “Kita gagal nyelamatin dia…” kata Rio gemetar.
Seketika semua yang ada di villa menangis mendengar penjelasan Rio.
***

Kematian Obiet sangat mengenaskan, tak disangka Obiet menyusul kepergian Oik. Sekarang tinggal sembilan orang yang tersisa. Mereka menunggu untuk menjadi… korban. Malam ini seisi villa makan malam, setelah selesai makan kini yang mendapat jatah nyuci piring adalah Sivia.
Saat Sivia sedang cuci piring tiba-tiba ada yang memeluk Sivia dari belakang (bisa bayanginkan ???)
“sayang mau aku bantu ?” tanya Rio. Tangan Rio berada di perut Sivia
“gag usah Yo” jawab Sivia
“Sivia kamu masih sayang nggak sama aku ?” bisik Rio di telinga Sivia
“masih donk Yo” jawab Sivia
“kalo gitu cium aku donk” goda Rio
“apaan sich Yo….” Sivia nyubit tangan Rio yang berada di perutanya
“ya udah kalo gitu aku aja dech yang cium kamu” goda Rio lagi
“kamu apaan sich Yo godain mulu” ucap Sivia
“hehee….” Rio ketawa
Cuppp…!! Sivia ngecup pipi Rio
“udah jangan ketawa mulu, jelek tau” ledek Sivia
“ya biarin yang penting kamu sayang sama aku” jawab Rio yang bikin Sivia nggak bisa ngomong apa-apa lagi
“erghm erghm….” Tiba-tiba Ozy datang “sory gue ganggu kalian berdua, gue cuma mau ambil minum doank. Habis itu lanjutin lagi ya bermesraannya. Perasaan nggak nyadar apa ya orang habis kehilangan temen malah berdua-duaan” sindir Ozy
“udah yok Siv kita pergi aja, lagian pekerjaan kamu udah selesaikan?”
“udah kok Yo” jawab Sivia
“ya udah pergi aja yok dari pada nanti malah jadi masalah” ucap Rio.
Ozy merasa disindir dengan ucapan Rio tadi. Sivia dan Rio keluar dari dapur lalu menuju ke ruang tamu. Di ruang tamu ada Gabriel, Zevana, Debo, Ify.
“loh si Agni ma Cakka kemana ?” tanya Rio
“tau tuh tadi habis makan mereka berdua ilang gitu aja” jawab Debo
“hah pasti mereka baru berduaan dech” kata Rio
@kolam renang
“Cak liad dech bintangnya yang itu terang banget ya dari antara bintang-bintang yang lain” kata Agni yang menyandar dibahu Cakka
“iya, cinta aku ke kamu juga seterang bintang itu Ag” Cakka mulai soswit
“alah GOMBAL !!!” Agni noyor pipi Cakka
“serius Agni” jawab Cakka
“gombal….” Kata Agni lagi dan menoyor pipi Cakka namun Cakka menangkapnya lalu mendekatkan wajahnya kewajah Agni “Cakka apaan sich ?” Agni mundur-mudurin kepalanya namun Cakka tetap mendekatkan wajahnya kewajah Agni, muka Cakka nampak serius sekali saat ini. Agni jadi bingung sama sikap Cakka. Cakka mendekatkan mulutanya ketelinga Agni lalu berkata
“ I LOVE YOU AGNI ALWAYS” bisik Cakka
“LOVE YOU TOO CAKKA ALWAYS” jawab Agni d bisikan Cakka juga.
Lalu Cakka mengecup pipi Agni
“jah mereka berdua malah mesra-mesraan disini” kata Rio tiba-tiba
“ah loe Yo ganggu gue aja” jawab Cakka cengengas cengenges
“dasar loe Cak” Rio nonyor kepala Cakka.
Mereka tertawa bersama. Dari jauh ternyata wanita tua itu melihat mereka
kalian masih bisa bersenang-senang untuk saat ini tapi besok kalian akan tau akibatanya” kata wanita itu dengan senyum sinisnya.



BERSAMBUNG >>>>>>>>>

Bagaimana kisah selanjutanya ???
Nantikan part berikutanya !!!